NFT alias non fungible token menjadi tren di Indonesia, setelah Ghozali Everyday viral. Bagaimana cara menghitung biaya dan keuntungan berinvestasi di aset digital ini?
Belakangan ini, warga Indonesia ramai menjual NFT berupa foto diri (selfie) seperti Ghozali Everyday, bakso, seblak hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP). Marketplace aset digital yang paling banyak digunakan yakni OpenSea.
Volume perdagangan di OpenSea hampir US$ 2,7 miliar atau Rp 38 triliun sejak 1 Januari. "Ini berada di jalur untuk volume tertinggi bulan ini," demikian dikutip dari Forbes, Senin (17/1).
Per 9 Januari, OpenSea mencatatkan volume transaksi US$ 261 juta atau Rp 3,7 triliun. Sedangkan rata-rata transaksi per harinya menembus US$ 150 juta atau Rp 2,1 triliun.
Untuk menjadi pembeli NFT, calon investor harus memiliki akun di marketplace terlebih dahulu. Di OpenSea, pembeli juga harus memiliki dompet digital mata uang kripto (cryptocurrency), salah satunya MetaMask.
Ada biaya yang harus dibayar jika ingin membeli NFT atau disebut gas fee. Hampir semua yang dilakukan di blockchain, mulai dari mencetak NFT, mengirimnya ke orang lain hingga menawar untuk membeli, membutuhkan biaya.
Membayar gas fee juga tidak menjamin 100% transfer berhasil. Namun, The Verge melaporkan bahwa sebagian besar transaksi kemungkinan besar berhasil.
Selain itu, ada juga biaya transaksi yang diambil marketplace seperti OpenSea sebesar 2,5%.
Banyak di antara pembeli yang menjual lagi NFT dengan harga yang lebih mahal. Keuntungan yang didapat, tergantung dari selisih antara harga beli dan jual.
Namun OpenSea menerapkan biaya royalti kepada penjual awal, maksimal 10%. Ini memungkinkan pembuat konten NFT mendapatkan imbalan yang adil.
Head of TokoMall Thelvia Vennieta mengingatkan untuk berhati-hati dalam berinvestasi di NFT. "Upayakan membeli NFT sesuai kemampuan investor dan menggunakan uang dingin," katanya kepada Katadata.co.id, pekan lalu (14/1).
Uang dingin merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut dana yang tidak diperuntukkan untuk kebutuhan apapun.
Thelvia juga menyarankan untuk membeli karya NFT yang benar-benar disukai. Selain itu, mempelajari kreator dibalik karya NFT, serta nilai sejarahnya.
"Investor lebih baik melakukan riset terlebih dahulu terkait utilitas NFT tersebut," katanya.
Utilitas atau manfaat yang dimaksud misalnya, untuk akses ke game play-to-earn hingga sebagai merchandise. Di dunia NFT, gim play-to-earn dikenal dengan istilah GameFi atau gabungan gaming dan decentralized finance (DeFi).
Istilah itu pertama kali diperkenalkan oleh pendiri Yearn Finance Andre Cronje pada September 2020. GameFi menawarkan kesempatan kepada pemain untuk memperoleh penghasilan saat bermain gim.
Thelvia pun menyarankan investor melihat peta jalan NFT dan komunitas. Namun, perlu diingat bahwa NFT mempunyai risiko keamanan siber lantaran bagian dari aset digital.
Dikutip dari The Verge, marketplace NFT seperti OpenSea memungkinkan peretas mencuri uang kripto pengguna. Peretas keamanan Check Point Research menemukan sejumlah kasus orang-orang yang mengklaim bahwa mereka diretas setelah mendapatkan NFT.
Peretas berpotensi menguras seluruh dompet pelaku perdagangan NFT. "Ada kerentanan yang membuktikan serangan dapat terjadi dengan cara transaksi NFT ini," kata Check Point Research dikutip dari The Verge, tahun lalu (13/10/2021).
Check Point Research kemudian melaporkan masalah tersebut ke OpenSea. Marketplace NFT ini lalu memperbaiki masalah dalam waktu satu jam.