Situs DPR Sempat Eror dan Muncul ‘Dewan Pengkhianat Rakyat’

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi, petugas menyemprotkan disinfektan di Gedung Rapat Paripurna DPR dan MPR, Jakarta Pusat, MInggu (9/8/2020).
Penulis: Desy Setyowati
8/10/2020, 12.21 WIB

Beberapa pihak memang menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menggelar demonstrasi di sejumlah daerah. Bentrokan antara peserta unjuk rasa dan anggota polisi bahkan terjadi di Lampung, Semarang dan Jambi kemarin.

Serikat pekerja juga terus berupaya membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre Andriko Otang mengatakan, serikat pekerja akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Otang menilai, Omnibus Law berpotensi membuat setiap orang tidak mendapatkan pekerjaan yang layak dan berkesinambungan. Oleh karena itu, serikat pekerja akan terus mendorong pemerintah untuk membatalkan atau mengubah substansi UU Cipta Kerja.

Aturan sapu jagat itu berisi 905 halaman, yang terdiri dari 174 Pasal dan termaktub dalam 15 Bab. Salah satu yang menjadi kontroversi yakni terkait ketenagakerjaan.

Beberapa ketentuan baru muncul dan diubah dari aturan sebelumnya, yakni UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Perubahan itu terkait posisi tenaga kerja asing (TKA), libur kerja, pemberian pesangon hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Halaman: