Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperpanjang lisensi spektrum untuk layanan seluler pada frekuensi 800, 900, dan 1.800 megahertz (Mhz) hingga 10 tahun ke depan. Namun, Kominfo meminta operator seluler seperti Telkomsel, XL Axiata dan Indosat untuk memperluas cakupan jaringan internet generasi keempat (4G) di perdesaan.
Menteri Kominfo Johnny G Plate mengatakan, lisensi pemanfaatan frekuensi 800, 900, dan 1.800 megahertz (Mhz) habis masanya pada tahun ini. "Kami evaluasi," katanya dalam konferensi pers virtual, Selasa (17/11).
Berdasarkan evaluasi tersebut, kementerian memutuskan untuk memperpanjang lisensi hinga 10 tahun ke depan dengan memperhatikan dua aspek. Pertama, penggunaan frekuensi harus mempertimbangkan pemerataan.
Kementerian Kominfo mencatat, ada 12.548 desa yang belum terakses internet 4G. Rinciannya, 9.113 berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T. Sedangkan 3.435 lainnya di luar wilayah ini, sehingga menjadi tanggung jawab operator seluler untuk menyediakan 4G.
Kementerian melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menargetkan semua desa terakses internet 4G pada 2022. "Indonesia negaranya luas, terdiri dari banyak pulau, daratan dan lautan. Topografi ini menjadi tantangan pembangunan infrastruktur jaringan internet," kata Johnny.
Johnny mendorong operator seluler untuk memenuhi tanggung jawabnya menyediakan akses internet 4G di wilayah non-3T. "Operator seluler perlu memperkecil disparitas dan pengembangan spektrum untuk kecepatan internet yang merata," ujarnya.
Aspek kedua yakni meminta operator seluler mempertimbangkan pemanfaatan frekuensi dengan skema berbagi spektrum. "Muncul teknologi baru. Untuk efisiensi perlu dilakukan spektrum sharing," katanya.
Itu bertujuan menghemat biaya pengembangan infrastruktur antar-operator. Apalagi, anggaran fiberisasi dan pembangunan infrastruktur di 3T dinilai besar.
Berbagi spektrum untuk operator seluler pun sudah masuk dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Pada pasal 71, diatur tentang berbagi infrastruktur. Bagian ini mengubah Pasal 11, 28, 30, 32, 33, 34, 45, dan 47 UU Telekomunikasi.
Perubahan tersebut memungkinkan pemegang perizinan berusaha untuk bekerja sama dalam menggunakan spektrum frekuensi radio, maupun mengalihkannya. Namun harus dengan izin pemerintah pusat.
Selain itu, pemegang perizinan berusaha wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio. Besarannya berdasarkan penggunaan jenis dan lebar pita frekuensinya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail mengungkapkan bahwa berbagi infrastruktur dapat menghemat hampir setengah biaya. "Akan mengurangi cost 40%,” katanya saat mengikuti acara bertajuk ‘Unlocking 5G Benefits for the Digital Economy in Indonesia’, September lalu (24/9).
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys pun menyatakan biaya pengembangan infrastruktur memang sangat besar. Oleh sebab itu, perlu ada kolaborasi antara operator seluler dengan penyelenggara jaringan fiber optik.
UU Omnibus Law Cipta Kerja menurutnya mencakup kolaborasi tersebut. Namun, Merza belum memberikan komentar terkait efisiensi biaya fiberisasi dari adanya regulasi ini.