31,8% Pelajar Tak Mendapat Akses Internet saat Pandemi Corona

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/aww.
Ilustrasi, sejumlah pelajar SMP N 4 Bawang berada di atas bangunan kamar mandi umum untuk mendapatkan sinyal jaringan internet gratis di Sigemplong, Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (30/7/2020).
Penulis: Desy Setyowati
30/11/2020, 18.03 WIB

Pemerintah mendorong penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) guna menekan risiko penularan virus corona. Namun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat bahwa 31,8% tidak mendapatkan akses internet.

Ahli Utama PTP Pusdatin Kemendikbud Gogot Suharwoto mengatakan, 16,4% pelajar mendapatkan akses internet, namun kualitasnya kurang memadai. “Sedangkan 51,8% lainnya bisa menggunakan internet dengan baik,” kata dia dalam diskusi online bertajuk ‘Pintek Edutalk: Tingkatkan Literasi Digital bagi Pendidikan 4.0’, Senin (30/11).

Selain itu, masih ada 7,1% siswa yang belum mendapatkan listrik. Sedangkan 7,5% lainnya mendapatkan layanan ini, tetapi kualitasnya kurang memadai.

Kemudian, 18,2% tidak memiliki perangkat pendukung belajar online seperti komputer, laptop, atau tablet. Selain itu, 15,7% tidak mempunyai ponsel pintar (smartphone).

FasilitasListrikInternetKomputer/Laptop/TabletPonsel Pintar
Ada dan bisa digunakan dengan baik85,4%51,8%72,7%76,2%
Ada dan kurang digunakan dengan baik7,5%16,4%9,1%8,1%
Tidak tersedia7,1%31,8%18,2%15,7%

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, ada 12.548 desa yang belum terakses internet 4G. Rinciannya, 9.113 berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T. Sedangkan 3.435 lainnya di luar wilayah ini, sehingga menjadi tanggung jawab operator seluler untuk menyediakan 4G.

Kementerian melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) menargetkan semua desa terakses internet 4G pada 2022. Kementerian pun meminta operator seluler seperti TelkomselXL Axiata dan Indosat untuk memperluas cakupan 4G di perdesaan.

"Operator seluler perlu memperkecil disparitas dan pengembangan spektrum untuk kecepatan internet yang merata," kata Menteri Kominfo Johnny G Plate saat konferensi pers virtual, dua pekan lalu (17/11).

Selain itu, meminta operator seluler mempertimbangkan pemanfaatan frekuensi dengan skema berbagi spektrum. "Muncul teknologi baru. Untuk efisiensi perlu dilakukan spektrum sharing," katanya. 

Itu bertujuan menghemat biaya pengembangan infrastruktur antar-operator. Apalagi, anggaran fiberisasi dan pembangunan infrastruktur di 3T dinilai besar.

Berbagi spektrum untuk operator seluler pun sudah masuk dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Pada pasal 71, diatur tentang berbagi infrastruktur. Bagian ini mengubah Pasal 11, 28, 30, 32, 33, 34, 45, dan 47 UU Telekomunikasi.

Perubahan tersebut memungkinkan pemegang perizinan berusaha untuk bekerja sama dalam menggunakan spektrum frekuensi radio, maupun mengalihkannya. Namun harus dengan izin pemerintah pusat.

Sedangkan dari sisi perangkat, teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) melihat ini sebagai peluang. Startup ini meluncurkan produk baru yakni Pintek Instant, yang berfokus memberikan pembiayaan berupa pembelian smartphone hingga laptop, pada Oktober lalu.

Besaran pinjamannya hingga Rp 5 juta, dengan tenor satu sampai tiga bulan. Bunganya mulai dari 0%, disesuaikan dengan risiko pinjaman.

Sedangkan untuk produk lainnya, Pintek memberikan pinjaman dengan bunga tetap (flat) di bawah 1% per bulan. Selain itu, tanpa agunan untuk sekolah.

“Kami menemukan banyak kesulitan dalam ketersediaan dan penggunaan teknologi pada kegiatan belajar-mengajar,” kata Co-founder sekaligus Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono dikutip dari siaran pers, Senin (30/1).