OPPO dikabarkan memberhentikan sekitar 20% karyawan di tim perangkat lunak (software) dan utama. Padahal produsen ponsel pintar (smartphone) asal Cina ini gencar merekrut pekerja dan menyasar segmen premium seperti Apple beberapa tahun terakhir.
“Merek terlaris di Cina pada 2016 itu menyusut (jumlah karyawan) setelah berkembang terlalu cepat terkait perekrutan dalam beberapa tahun terakhir dan menyerang segmen premium yang didominasi Apple,” kata orang yang mengetahui masalah itu dikutip dari Bloomberg, Kamis (16/9).
Pemangkasan tersebut memengaruhi unit-unit penting. “Ini termasuk tim yang menyesuaikan Android ke dalam internal ColorOS, dan divisi Internet of Things (IoT),” ujar beberapa sumber.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) itu dilakukan setelah OPPO menggabungkan operasional dengan afiliasi OnePlus. Ini menjadi konsolidasi besar pertama dalam industri seluler Cina.
OPPO bergabung sejak pertengahan tahun. Keduanya berbagi sumber daya pengembangan dan mengurangi overhead, sehingga jumlah pekerja dinilai berlebihan.
Oleh karena itu, dilakukan pemangkasan karyawan. “Tim riset dan pengembangan atau reasearch and development (R&D) untuk ponsel dan posisi penjualan di luar negeri belum terpengaruh,” kata salah satu sumber.
OPPO sempat menghujani pengecer dengan bonus besar untuk merebut pangsa pasar produsen lain. Perusahaan Cina ini juga menyewa gedung kantor pusat di Shenzhen yang dirancang oleh Zaha Hadid Architects, lengkap dengan lobi vertikal 20 lantai dan galeri seni.
Produsen Cina itu juga berinvestasi besar untuk memperluas ke pasar di India, Asia Tenggara, dan Eropa. Sedangkan OnePlus berfokus menerobos lebih dalam ke pasar Amerika Serikat (AS).
Namun, OPPO bersaing ketat dengan Xiaomi dan Apple di Cina. Sedangkan OnePlus berhadapan dengan Apple dan Samsung di AS.
“Pemotongan (jumlah karyawan) mungkin sama pentingnya dengan penghematan biaya dan perubahan taktik di sekitar strategi,” kata Direktur Riset Counterpoint Tarun Pathak.
Apalagi pangsa pasar OPPO di Cina mulai menurun. “Pengiriman ponsel OPPO secara global melonjak 37% pada kuartal kedua. Tetapi itu hampir tidak cukup untuk mempertahankan peringkat nomor empat,” kata perusahaan riset IDC.