Pembentukan keempat unit bisnis dilakukan Huawei di tengah tekanan AS terhadap unit bisnis ponsel pintar (smartphone). Huawei masuk daftar hitam (blacklist) perdagangan AS sejak Mei 2019.

Pemerintah Negeri Paman Sam melarang korporasi bekerja sama dengan Huawei, tanpa izin. Alhasil, Google tidak dapat bermitra dengan Huawei. Perangkat Huawei pun tidak didukung sistem operasi atau operating system (OS) Android maupun Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail, YouTube, dan lainnya.

Direktur firma riset Strategy Analytics Yang Guang mengatakan, Huawei mendiversifikasi bisnis agar tidak bergantung pada bisnis smartphone yang membutuhkan cip (chipset) kelas atas. "Industri fotovoltaik misalnya, tidak memerlukan cip canggih seperti yang digunakan pada smartphone," katanya.

Di sisi lain, pendapatan lini bisnis smartphone juga anjlok. Huawei mencatatkan penurunan pendapatan 29,4% menjadi 320,4 miliar yuan atau sekitar Rp 712,6 triliun pada kuartal pertama. Penurunan paling besar terjadi di lini bisnis konsumen yang mencakup ponsel, yakni anjlok 47% menjadi 135,7 miliar yuan.

Rotating Chairmen Huawei Eric Xu Zhijun mengatakan bahwa anjloknya pendapatan masih disebabkan oleh tekanan AS. Menurutnya, sanksi AS membuat perusahaan merugi US$ 30 miliar per tahun.

Selain diversifikasi keempat unit bisnis ini, Huawei mengembangkan teknologi rumah sakit pintar dan merambah lini bisnis lain, seperti peternakan babi dan komputasi awan (cloud). Huawei juga dikabarkan meluncurkan mobil listrik 300 ribu yuan atau US$ 46 ribu (Rp 663,6 juta).

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan