Huawei tak lagi bekerja sama dengan Google karena masuk daftar hitam (blacklist) terkait perdagangan Amerika Serikat (AS) sejak tahun lalu. Raksasa teknologi Tiongkok itu pun membuat toko aplikasi sendiri, AppGallery dan diklaim ketiga terbesar di dunia.
Dalam keterangan resmi yang dikutip dari 9to5Google, Huawei menyebut bahwa peringkat AppGallery di bawah Apple App Store. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh Google Play Store.
“App Gallery peringkat ketiga dunia, dengan lebih dari 400 juta pengguna bulanan aktif (Monthly Active Users/MAU),” demikian dikutip dari 9to5Google, hari ini (26/4). Platform itu juga memiliki lebih dari 55 ribu kelompok aplikasi.
(Baca: Huawei Rilis Ponsel Lipat Hari Ini, Google Beri Peringatan Konsumen)
Huawei mengaku telah menghabiskan US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun untuk meningkatkan basis data pengembang. Dana itu juga dipakai untuk mengembangkan AppGallery.
Perusahaan teknologi itu mengembangkan sendiri toko aplikasi, sistem operasi (Operating System/OS) hingga prosesor, karena sanksi dari AS. Korporasi asal Negeri Paman Sam seperti Google tidak boleh bekerja sama dengan Huawei.
Hingga saat ini, layanan seluler Huawei itu tersedia di 170 negara dan wilayah. Mereka juga bekerja sama dengan pengembang lokal dari Asia Pasifik, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin.
(Baca: Disanksi AS, Huawei Gaet OPPO & Xiaomi Buat Pesaing Google Play Store)
Huawei mengumumkan akan meluncurkan layanan ‘Aplikasi Cepat’ di AppGallery yang akan memungkinkan pengguna mencoba aplikasi tanpa perlu mengunduh. Hal bertujuan membantu konsumen yang memiliki ponsel pintar (smartphone) dengan kapasitas rendah.
Perusahaan itu sempat dikabarkan menggandeng korporasi Tiongkok lainnya yakni OPPO, Xiaomi dan Vivo untuk membuat toko aplikasi tandingan Google Play Store. Dikutip dari Reuters, keempatnya membentuk aliansi yang diberi nama Global Developer Service Alliance (GDSA) untuk membuat platform toko aplikasi.
Kerja sama itu bertujuan memudahkan pengembang gim, musik, film, dan lainnya memasarkan aplikasi mereka di pasar luar negeri. (Baca: Huawei Uji Coba Ekosistem Mobile Service Pengganti Layanan Google)
Menurut beberapa sumber, GDSA bakal diluncurkan pada Maret nanti. Namun, belum ada informasi apakah rencana tersebut akan sesuai jadwal mengingat Tiongkok tengah menangani virus corona.
Rencananya, prototipe platform toko aplikasi itu akan mencakup sembilan wilayah termasuk India, Indonesia dan Rusia.
Namun Juru Bicara Xiaomi mengatakan kepada Reuters, perusahaan hanya bekerja dengan Oppo dan Vivo, tidak termasuk Huawei. Xiaomi, Oppo, Vivo, dan Google dihubungi, tetapi tidak segera merespons. Huawei menolak berkomentar.
(Baca: Tahun Depan, Huawei Fokus Kembangkan Sistem Operasi Pengganti Android)
Analis Counterpoint Research Neil Shah mengatakan, aliansi itu akan menjadi langkah penting bagi produsen ponsel Tiongkok guna mengurangi ketergantungan pada Google. “Perusahaan-perusahaan kaya uang ini memiliki kekuatan signifikan untuk menarik pengembang ke platform mereka dan membangun ekosistem paralel," katanya terkait sistem operasi HarmonyOS yang dikembangkan Huawei.
OPPO, Vivo, dan Xiaomi masih memiliki akses penuh terhadap layanan Google. Sedangkan Huawei kehilangan akses sejak tahun lalu, setelah AS menjatuhkan sanksi dengan alasan keamanan nasional.
(Baca: Tak Mau Dijadikan Alat Perang Dagang AS, Huawei Hadapi Krisis)