Ada Kendala Teknis, Baru 40% Wilayah Adopsi Aturan Tarif Ojek Online
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui bahwa saat ini baru 40% dari 220 kota dan kabupaten yang menerapkan tarif ojek online sesuai regulasi. Padahal, Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 Tahun 2019 yang mengatur soal tarif ojek online telah diteken sejak 25 Maret lalu.
Direktur Angkutan Jalan dan Multimoda Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Ahmad Yani menyatakan, ada kendala teknis sehingga ketentuan tersebut hanya bisa diimplementasikan secara bertahap. Sebab, harus ada penyesuaian algoritma pada aplikasi ojek online Gojek dan Grab.
"Kami akan lakukan percepatan hingga 220 kota. Paling lama mungkin Oktober atau November (2019) lah kami sudah bisa," kata Ahmad dalam diskusi 'Menyoal Pengaturan Tarif Transportasi Online' di Kantor The Indonesian Insitute, Jakarta, Selasa (6/8).
(Baca: Gojek Tanggapi Tuntutan Mitra Pengemudi Soal Insentif hingga Suspensi)
Hari ini, Kemenhub akan memanggil Gojek dan Grab agar ketentuan tarif ojek online bisa berlaku di 82 % wilayah pada zona 1 dan 3. Di mana, biaya jasa minimal pada kedua wilayah telah ditetapkan antara Rp 7 ribu hingga Rp 10 ribu.
Zona satu mencakup Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua. Zona tiga adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Sedangkan di zona dua yakni Sumatera, Bali, serta Jawa selain Jabodetabek, biaya jasa minimal ojek online Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu. "Nanti kami akan lihat bagaimana progres setelah 82% wilayah tersebut. Apakah berjalan dengan baik atau tidak karena kami selalu lakukan evaluasi," ujarnya.
Ahmad menyatakan, sejauh ini timnya telah mengevaluasi implementasi tarif pada 40 % wilayah. Hasilnya, tingkat kepatuhan aplikator sudah mencapai 85%. "Hasilnya bagus dan tidak ada gejolak," ujarnya. Artinya, tidak ada penolakan konsumen maupun mitra pengemudi terhadap kenaikan tarif.
(Baca: Jalan Grab dan Gojek Setelah Masuk Istana)
Menurutnya, evaluasi atas dampak ketentuan tarif ini akan terus dievaluasi secara berkala setiap tiga bulan. Pemerintah akan terus memantau dampak sosial yang timbul agar peraturan terkait ojek online tak senasib dengan regulasi taksi online yang digugat di Mahkamah Agung. "Kami juga tidak ingin hal itu terjadi," ujarnya.