Kementerian Kominfo Identifikasi 9 dari 17 Hoaks Soal Pemilu 2019

ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK
Warga mengangkat poster bertulis penolakan terhadap hoaks jelang Pemilu 2019 saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (3/2/2019). Aksi tolak hoaks tersebut digelar untuk mewujudkan pesta demokrasi yang aman dan damai.
Editor: Sorta Tobing
25/4/2019, 10.50 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengidentifikasi 17 hoaks melalui mesin pengaisan konten atau AIS yang dilaporkan oleh Subdit Pengendalian Konten Internet pada Rabu malam (24/4). Dari jumlah itu ada sembilan hoaks soal pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang ramai dibicarakan oleh netizen khususnya di media sosial.

Pertama, kabar bohong soal hasil perolehan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat yang sudah mencapai 75%. Informasi tersebut diketahui beredar melalui sebuah unggahan grafik KPU di media sosial pada tanggal 23 April 2019. Unggahan itu  menyimpulkan hasil hitung suara KPU memenangkan pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Faktanya, Pemilu saat ini masih dalam tahap rekapitulasi perhitungan suara real count dan dilakukan secara manual oleh pihak KPU dalam periode waktu 18 April sampai 22 Mei 2019. Karena itu, informasi tersebut tidak benar.

(Baca: KPU Berencana Laporkan Hoaks Pemilu ke Penegak Hukum)

Kedua, sebuah unggahan video di media sosial yang memberikan informasi soal rekapitulasi perolehan suara KPU yang dipindahkan ke Microsoft Excel mengalami perbedaan. Menurut Kementerian, informasi tersebut tidak benar.

Ketiga, sebuah unggahan di media sosial yang menyimpulkan bahwa lamanya pencatatan data (entry) data yang masuk ke KPU karena pemenangnya adalah pasangan nomor urut 02. Pengunggah konten itu menduga jika pemenangnya adalah pasangan 01 (Joko Widodo-Ma'ruf Amin) maka proses entry data akan lebih cepat.

Kementerian juga menyebut hal tersebut tidak benar karena waktu entry dan rekapitulasi data sudah terjadwal sesuai yang diatur oleh KPU. “Sehingga tidak ada tujuan lain seperti unggahan tersebut,” ujar Kementerian dalam keterangan tertulisnya.

(Baca: KPU Akui Ada Kendala Logistik dalam Proses Pemungutan Suara)

Hoaks Megawati Ucapkan Selamat ke Prabowo

Keempat, Kementerian juga menemukan sebuah video yang memperlihatkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sedang melakukan konferensi pers. Dalam video tersebut, ia terlihat memberikan ucapan terima kasih kepada rakyat yang telah memberikan dukungannya kepada Prabowo. Ia juga berharap kepada Prabowo agar dapat meneruskan tugasnya sebagai Presiden RI.

Menurut Kementerian, informasi tersebut tidak benar. Sebab, video tersebut telah disunting seolah-olah Megawati benar memberikan selamat dan dukungan kepada Prabowo. Dalam video aslinya, ia memberikan ucapan terima kasih kepada rakyat Indonesia atas dukungannya kepada Jokowi dan berharap bisa meneruskan tugasnya sebagai Presiden RI.

(Baca: Ada Upaya Delegitimasi KPU dan Bawaslu, Publik Diajak Kawal Pemilu )

Kelima, video berjudul KPK tutup mulut melihat KPU dan Panwaslu Ketahuan disogok pada Pilkada dan Pilpres. Informasi tersebut beredar luas di media sosial yang memperlihatkan seorang perempuan yang diklaim tengah memprotes anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kecurangan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Namun menurut Kominfo, tidak ada deksripsi yang menjelaskan jika kecurangan tersebut berkaitan dengan Pilkada ataupun Pilpres 2019. Namun, banyak netizen yang mengaitkan video tersebut dengan Pilpres 2019 hingga berpeluang menggiring opini negatif masyarakat.

Faktanya, menurut Kementerian video tersebut merupakan unggahan lama yang diunggah di YouTube pada 22 Juli 2018, terkait dugaan kecurangan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung tahun lalu. Kejadian yang terekam dalam video tersebut terjadi pada Jumat, 29 Juni 2018. “Jadi ini disinformasi dan tidak ada kaitannya dengan Pilkada maupun Pilpres 2019,” ujar Kementerian.

(Baca: Badan Siber Ajak Facebook Atasi Akun Penyebar Hoaks Jelang Pilpres)

Keenam, informasi yangberedar di media sosial mengenai formilir CI yang dicuri saat rekapitulasi di Yayasan Pendidikan Kebangsaan di Jalan Menteng Raya, Medan Denai, Sumatera Utara. Menanggapi video tersebut, Ketua KPU Kota Medan Agussyah Ramadani Damanik menjelaskan, kericuhan yang terjadi hanya karena kesalahpahaman. Oknum yang dituduh mencuti itu adalah Panitia Pemungutasn Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Dalam peristiwa tersebut, sebenarnya PPS dan PPK membawa Salinan C1 untuk didistribusikan ke kelurahan supaya diumumkan ke publik. Namun, mereka malah dituduh mencuri salinan C1 tersebut. Sementara, Ketua Bawaslu Medan Payung Harahap pun telah mengklarifikasi bahwa peristiwa tersebut merupakan kesalahpahaman dan telah ditangani oleh pihaknya.

(Baca: KPU: Ada Kelompok Terorganisir Produksi Hoaks untuk Ganggu Pemilu )

Pembakaran Kertas Suara di Papua

Ketujuh, sebuah video dengan narasi mengenai pembakaran kertas suara di Papua yang dilakukan layaknya seperti membakar sampah. Pengunggah membuat narasi hiperbola yang mengklaim bahwa pemerintah telah melakukan kecurangan terhadap pasangan urut 02.

Faktanya, kejadian tersebut memang terjadi di Distrik Tingginambut, Papua. Kapolda Papua Irjen Martuani Sormin Siregar mengatakan, dokumen-dokumen Pemilu yang dibakar tersebut adalah sisa-sisa dokumen yang tidak dibutuhkan lagi usai dan sudah dibuatkan berita acara pemusnahannya. Menurut dia, pembakaran tersebut dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dokumen sisa Pemilu.

(Baca: Kominfo Gandeng Startup Prosa, Kembangkan Layanan Chatbot Anti Hoaks)

Kedelapan, informasi yang tersebar melalui pesan broadcast melalui Whatsapp yang menyebut bahwa Tim Prabowo-Sandi (Tim PAS) akan mengumumkan hasil quick count sebagai bentuk sanggahan hasil quick count enam lembaga survei yang dianggap bayaran dan memenangkan Jokowi. Pengumuman tersebut mengatakan, Tim PAS akan menyiarkannya di TVOne pada Rabu, 24 April 2019, pukul 19.00 WIB.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, lewat akun Instagram @tvonenews, TVOne mengatakan pesan tersebut adalah hoaks. Dalam klarifikasinya, akun tersebut juga meminta agar masyarakat berhenti menyebarkan berita bohong sebab pelaku bisa dijerat ancaman Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 ayat 1 dengan pidana penjara enam tahun atau denda satu miliar rupiah.

(Baca: Survei SMRC: Elektabilitas Jokowi Tergerus Hoaks Antek Tiongkok)

Hoaks Situng KPU

Terakhir, Kementerian juga mengindentifikasi kabar bohong tentang mantan petugas entry Situng KPU yang membongkar kecurangan input data. Setelah ditelusuri, berita tersebut ternyata berasal dari unggahan seorang pengguna Facebook bernama Fahri Ismael yang mengungkapkan opininya terkait kesalahan dalam melakukan enrty data KPU.

Dalam unggahannya tersebut, ia menceritakan pengalamannya sebagai petugas entry data pada Pemilu 20014 untuk Pileg dan putaran 1 Pilpres 2014. Berdasarkan pengalamannya, ia mengungkapkan bagaimana cara kerja dari aplikasi Situng KPU, yang menurut dia, tidak memungkinkan terjadinya kesalahan input atau human error.

(Baca: Jokowi: Yang Bikin Hoaks Tentang Saya Itu Enggak Mikir)

Faktanya, Fahri Ismael melalui akun Facebooknya memberikan klarifikasi mengenai pemberitaan yang dipublikasikan oleh beberapa media tersebut. Ia mengatakan bahwa tulisan yang ia unggah bukan untuk membongkar kecurangan yang terjadi di balik kesalahan entry data KPU. Ia pun menegaskan bahwa tidak sedang dan tidak pernah menjadi petugas entry KPU 2019.

“Situs yang mempublikasikan berita tersebut bukan berasal dari media yang kredibel,” ujar Kominfo.

Reporter: Cindy Mutia Annur