Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menargetkan aturan terkait ojek online dirilis pekan ini. Namun pembahasan soal tarif belum juga menemui titik terang. Untuk itu, Kemenhub melibatkan pemerintah daerah (pemda), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Mahkamah Agung (MA).
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi mengatakan, instansinya rutin berdiskusi dengan asosiasi ojek online terkait aturan ini, termasuk tarif. Namun, hingga saat ini asosiasi ojek online berkukuh agar batas bawah tarif ojek online sebesar Rp 3.000 per kilometer (km). Besaran tarif itu sudah memperhitungkan biaya yang diambil oleh aplikator.
Sementara aplikator, yakni Gojek dan Grab sepakat untuk mengikuti batasan tarif yang ditetapkan Kemenhub. Sedangkan Kemenhub ingin tarif batas bawah ojek online di bawah taksi online yang sebesar Rp 3.500 per km. “Rencananya, kami akan diskusi dua sampai tiga kali lagi dengan asosiasi ojek online,” ujar dia kepada Katadata.co.id di kantornya, Selasa (12/3).
(Baca: Pembahasan Tarif Ojek Online Masih Temui Jalan Buntu)
Tarif ojek online rencananya bakal dibagi dalam tiga wilayah, sama seperti taksi online. Namun, Kemenhub yang menentukan besaran tarif ojek online di semua wilayah di Indonesia. Akan tetapi, jika berkaca dari rumitnya pembahasan soal tarif ojek online, Kemenhub pun melibatkan Pemda, DPR, dan MA.
Senin (10/3) lalu, Kemenhub bersama dengan asosiasi ojek online dan aplikator melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR. Dalam rapat tersebut, aplikator usul agar tidak ada tarif batas atas. Dengan begitu, aplikator leluasa menetapkan tarif lebih bagi mitra pengemudinya ketika permintaan tinggi. Tarif tinggi ini diberikan aplikator kepada mitra pengemudi, supaya mau memenuhi permintaan yang tinggi tersebut.
Namun, Komisi V DPR merasa tarif batas atas harus tetap ada supaya konsumen memahami batasan uang yang harus dikeluarkan untuk layanan ojek online. “Ini belum kami putuskan. Kemarin (11/3) sore, kami teruskan (usulan ini) ke beberapa asosiasi (ojek online). Minggu ini mungkin kami putuskan,” ujar Budi.
(Baca: Atur Tarif Ojek Online, Kemenhub Perhitungkan Harga BBM hingga Pulsa)
Di samping itu, Komisi V DPR usul agar Kemenhub berdiskusi terkait aturan ojek online ini ke MA. Apalagi, MA sempat membatalkan beberapa pasal dalam aturan taksi online. Dengan adanya konsultasi ke MA ini, Komisi V DPR berharap aturan ojek online sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. “Kami akan bicara (dengan MA) sebelum merilis aturan,” katanya.
Budi merasa perlu juga berkonsultasi dengan pemda terkait tarif ojek online. “Kami akomodasi kearifan lokal dan nilai mata uang di beberapa daerah,” kata Budi. “Kami minta masukan pemda terkait tarif di (setiap) zonasi.”
(Baca: Kemenhub Berencana Terbitkan Aturan Ojek Online Bulan Depan)
Aturan tarif ojek online
Secara umum, Budi menyampaikan bahwa tarif ojek online yang diatur dalam peraturan ini sudah memperhitungkan biaya yang dipungut aplikator atau gross. Tarif ojek online ini mempertimbangkan biaya langsung atau pengeluaran pengemudi, seperti bensin. Selain itu, Kemenhub akan memperhitungkan besaran pungutan aplikator.
Tarif ojek online ini rencananya bakal dievaluasi selama enam bulan sekali. "Namun ini belum ditetapkan. Kalau dirasa butuh evaluasi tiga bulan sekali, ya kami lakukan," ujar dia. Selain itu, Kemenhub bakal menetapkan masa peralihan agar semua pihak terkait bisa memenuhi aturan ojek online.
Sementara kebijakan lainnya yang diatur dalam aturan ojek online ini tidak berubah. Tata cara pemblokiran akun (suspend) misalnya, aplikator harus mengonfirmasi sanksi tersebut kepada mitra pengemudi terlebih dulu. Selain itu, aplikator harus mengindahkan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan konsumen baik mitra pengemudi maupun penumpang.
(Baca: Kemenhub Batalkan Kewajiban 8 Jam Kerja bagi Pengemudi Ojek Online)
Sejalan dengan hal itu, Budi optimistis aturan ini bisa dirilis dalam waktu dekat. Sebab, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta aturan ini diterbitkan dalam kurun waktu satu hingga dua minggu. “Dua minggu pun terlalu lama. Mungkin minggu ini (dirilis),” kata Budi.
Sementara itu, Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono berkukuh agar tarif batas bawah ojek online Rp 3.000 per km. Sebab, jika dihitung dengan pungutan aplikator 20%, maka pendapatan yang diterima pengemudi sebesar Rp 2.400 per km. “Kami masih tunggu diskusi selanjutnya (dengan Kemenhub),” ujar dia.