Aplikasi Gojek Disebut Lebih Banyak Dicurangi Ketimbang Grab

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Pengemudi ojek Go-Jek mengantarkan paket ke salah satu kawasan perkantoran di Jakarta, Jumat (26/06/2015). Jasa layanan antar Go-Jek tengah digandrungi warga Jakarta. Warga Ibu Kota memilih menggunakan kendaraan ini untuk membantu aktivitas sehari-hari.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
30/1/2019, 16.00 WIB

Perusahaan riset Jepang, Spire Research and Consulting menyatakan, bisnis transportasi online di Indonesia rawan kecurangan. Dari dua perusahaan yang beroperasi, kecurangan di Gojek disebut bisa mencapai 30% dari total pesanan. Sementara kecurangan di Grab hanya 5% dari total pesanan.

"Sistem di Gojek lebih mudah untuk dicurangi," kata Konsultan Spire Research and Consulting Andhika Irawan Saputra di Hong Kong Cafe, Jakarta, Rabu (30/1). Namun, survei kualitatif hanya melibatkan 40 pengemudi dan 280 konsumen di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung pada November-Desember 2018. 

Mitra pengemudi mengunduh aplikasi modifikasi yang memungkinkan aplikasi ilegal lainnya yang mereka unduh untuk berbuat curang tidak dideteksi oleh aplikator. "Aplikasi ini untuk mengelabui sistem aplikator," ujar Andhika. Belum ada tanggapan dari Grab dan Gojek atas hasil survei ini.

Kecurangan yang paling banyak dilakukan adalah aplikasi lokasi palsu (fake GPS). "Kecurangan dengan fake GPS ini dilakukan karena memudahkan mitra pengemudi untuk dapat penumpang. Jadi tidak harus bersaing dengan sesama pengemudi," ujar dia.

(Baca: Saingi Gojek, Grab Gandeng Hooq Merambah Bisnis Hiburan)

Sementara kecurangan lainnya yang banyak dilakukan adalah mark up atau menaikkan harga untuk layanan makanan seperti GrabFood atau Go-Food; aplikasi modifikasi (mod apps); order fiktif; dan, mitra prioritas.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati