Platform Digital Pacu Kenaikan Investor Muda di Reksa Dana

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution (kiri) didampingi Direktur Utama BEI Tito Sulistio (kanan), Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad (kedua kiri), Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida (kedua kanan) menutup perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (30/12). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2016 menghimpun dana dari pasar modal sebesar Rp 668 triliun.
Penulis: Desy Setyowati
30/11/2018, 12.00 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah investor pasar modal berdasarkan single investor identification (SID) meningkat dari 466 ribu di 2016 menjadi sekitar 800 ribu pada 2017. Per Oktober tahun ini, jumlahnya mencapai 933 ribu SID.

Kenaikan tersebut seiring dengan munculnya platform digital yang menjual reksa dana. "Pertumbuhan investor di pasar modal cukup tinggi, terbantu oleh marketplace," ujar Deputi Direktur Pengelolaan Investasi OJK Halim Haryono di Restoran Soul Food, di Jakarta, Kamis (29/11).

Platform digital yang dimaksud adalah agregator di bidang layanan investasi seperti Tanamduit dan Bareksa maupun e-commerce Bukalapak dan Tokopedia. Berdasarkan catatan OJK, terdapat ada enam platform digital yang menjual reksa dana. (Baca juga: Platform Investasi Tanamduit Kantongi Modal Rp 43,5 Miliar)

Keberadaan platform digital tersebut mampu meningkatkan kuantitas investor reksa dana terutama retail. Sebelum e-commerce menyediakan layanan pembelian reksa dana sebetulnya bank hadir lebih melalui lebih dari 3.000 cabangnya.

"Pertumbuhan (penjualan reksa dana) melalui financial technology (fintech) cukup besar. Tapi bank, dari sisi absolut masih menjadi yang terbesar," kata Halim. (Baca juga: Perencana Keuangan Rekomendasikan Investasi Reksadana bagi Milenial)

Namun demikian, dana kelolaan (assets under management/AUM) melalui platform digital relatif sedikit dibandingkan dengan perbankan maupun manajer investasi (MI). Hal ini dinilai wajar karena cabang perbankan dan MI banyak dan tersebar, plus pasarnya sudah jelas.

Halim berpendapat, perkembangan investasi reksa dana memang mengarah kepada penjualan daring. "Gelombang pertama dijual manual. Kedua, pakai jasa bank. Kini, melalui fintech (platform digital) tetapi belum terlalu kelihatan," ujarnya. Tapi, imbuhnya, peran platform digital terhadap investasi reksa dana terus membesar.

Perbankan dan MI belakang juga mulai berjualan reksa dana daring. Contohnya, Mandiri Investasi yang sudah membuat Moinves untuk menjual reksa dana. Ada pula Trimegah Asset Management membuat iTram dan Manulife Asset Management menghadirkan KlikMAMI.

Per akhir tahun lalu, porsi investor reksa dana domestik dari kelompok usia muda di atas 50%. "Ya walaupun kalau ekonomi berbalik, asing bisa masuk lagi. Tapi harapannya (investor) retail lebih kuat lagi," kata Halim.

Head of Financial & Payment Services Bukalapak Destya Danang Pradityo sempat mengatakan, sekitar 48% pembeli reksa dana melalui platformnya berusia 25-34 tahun. Lalu, 28% lainnya berusia 19-24 tahun serta 1% berumur 14-18 tahun .

"Masih sekolah atau kuliah juga sudah berinvestasi," ujarnya, beberapa waktu lalu (27/8). (Baca juga: Gandeng 3 Manajer Investasi, Bukalapak Luncurkan 5 Produk Reksa Dana

Senada, Head of Fintech Tokopedia Samuel Sentana menuturkan bahwa mayoritas investor reksa dana pada platformnya berusia 19-27 tahun. Mereka yang berusia di atas 30 tahun sekitar 15% dari total investor yang mencapai 10.000 orang.

Sebagai informasi, SID reksa dana diterapkan sejak 2014 dengan jumlah imvestor terdaftar 320.063. Sementara SID investor keseluruhan di pasar modal diterapkan sejak 2012, sebanyak 281.256 orang.