Pemerintah masih berupaya untuk menarik pajak dari salah satu perusahaan digital raksasa berbasis internet (Over The Top/OTT) yaitu Google. Proses negosiasi yang tidak kunjung rampung pun menyebabkan Peraturan Menteri terkait keberadaan usaha dan bisnis berbagai perusahaan OTT tersebut belum bisa diterbitkan.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, peraturan menteri terkait keberadaan OTT ini memang berada di bawah kementeriannya. Namun, Rudiantara mengatakan, secara garis besar terdapat dua permasalahan yang menyebabkan aturan ini belum dapat diterbitkan.
Pertama, dalam aturan tersebut, pemerintah masih belum menyelesaikan rincian aturan terkait keberadaan OTT nasional, agar memiliki level playing field yang sama dengan OTT Internasional. Namun, hal tersebut bisa segera diselesaikan.
(Baca juga:Google Tawar Tunggakan Pajak, Sri Mulyani: Ini Bukan Negosiasi)
Kedua, yang paling berpengaruh adalah terkait aturan perpajakan OTT Nasinal dan Internasional. Rudiantara mengakui, permasalahan pajak Google yang tidak kunjung selesai menyebabkan Permen OTT ini masih belum ada.
Adapun, negosiasi permasalahan pajak Google, akan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. "Tapi begitu (penyelesaian pajak) Google selesai, akan dikeluarkan Permennya," ujar Rudiantara saat ditemui di Hall Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (12/1).
Yang jelas, Rudiantara mengatakan, instansinya akan terus membantu Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Namun, dalam soal penagihan, jumlah tagihan, dan sanksi yang diberikan, Rudiantara menyerahkan seluruh kewenangan tersebut kepada Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Hanya, Rudiantara menekankan, Google wajib membayar pajak selama masih menjalankan bisnisnya di Indonesia.
Sebelumnya, negosiasi pajak antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Google masih menemui jalan buntu. Pasalnya, perusahaan digital multinasional tersebut terus menawar besaran tagihan pajak yang harus dibayarkan. Padahal, DJP mengklaim tagihan pajak yang ditetapkannya sudah lebih rendah dari seharusnya.
(Baca juga: Ada Alibaba di Balik Salin Nama Yahoo Menjadi Altaba)
Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv menjelaskan, institusinya menetapkan angka tagihan untuk Google berdasarkan data yang diberikan Direktur Akuntansi Google Indonesia. Angka tagihan tersebut bisa dibilang sebagai ‘angka damai’ lantaran tidak memasukkan komponen denda bunga sebesar 150 persen.
DJP juga tidak memperhitungkan investasi perusahaan yang bisa membuat nilai tagihan pajaknya membengkak empat kali lipat. Maka itu, menurut Haniv, Google harusnya bersyukur dan bersedia membayar. “Misalnya, saya ungkap (tunggakan pajak Google) 10, seperlimanya saja. Padahal angka itu sudah lebih kecil,” ujar Haniv usai menghadiri acara pembentukan tim reformasi perpajakan di kantor DJP Pusat, Jakarta, Selasa (20/12).
Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan, dalam mengejar pajak Google, pihaknya akan mengajak perusahaan tersebut berdiskusi. Jika tak juga ada kesepakatan, maka pemerintah akan membawa sengketa dengan Google ke pengadilan pajak.
(Baca juga: Negosiasi Buntu, Dirjen Pajak Ancam Penjarakan Google)
"Ditjen pajak akan menggunakan pasal yang ada, kami punya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat ada peradilan pajak," ucapnya awal September lalu.