Turut Perangi Hoax, Dewan Pers Bakal Sertifikasi Media

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Pingit Aria
4/1/2017, 17.30 WIB

Dewan Pers akan memberlakukan sistem verifikasi media online dan cetak. Tiap media yang terverifikasi, mulai 9 Februari 2017 nanti akan ditempeli logo khusus Dewan pers.

Langkah ini dilakukan untuk turut memerangi berita palsu atau hoax yang tersebar melalui media abal-abal. “Dewan Pers itu menjaga marwah pilar keempat demokrasi, jangan sampai kebebasan pers ini diisi oleh pencoleng-pencoleng kebebasan pers,” Kata Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo kepada Katadata, Rabu (4/1/2017).

Logo verifikasi itu nantinya akan dilengkapi dengan barcode yang terhubung dengan sistem database yang dimiliki Dewan Pers. Dengan begitu, masyarakat lebih mudah mengontrol dan melaporkan media tersebut,saat dianggap menyebarkan berita yang kebenarannya diragukan.

(Baca juga: Situs Berita Hoax, Mesin Pencetak Uang dan Kegaduhan)

Stanley menyanggah opini yang beredar jika inisiatif Dewan Pers ini merupakan bentuk pelanggaran atas kebebasan pers. Sebaliknya, ia menekannya bahwa upaya ini merupakan bentuk perlindungan Dewan Pers terhadap media-media yang telah terverifikasi memproduksi produk jurnalistik dengan benar.

“Terverifikasi itu ada beberapa kategori, ada yang terverifikasi secara administrasi, terverifikasi konten, dan terverifikasi karena memenuhi syarat undang-undang,” kata Stanley.

Dari data yang dimiliki Dewan Pers pada 2016, dari 1.832 media yang terdata, yang telah terverifkasi Dewan Pers baru sebanyak 306 media. “Saat ini kami terus melakukan sosialisasi,” katanya.

(Baca juga: Jokowi Perintahkan Tindak Tegas Penyebar Hoax)

Wacana menerapkan logo verifikasi ini sebetulnya sudah bergulir hampir tujuh tahun lalu pada peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2010.

Meski berwewenang menyaring media yang dianggap tidak kredibel, Stanley menyatakan, bahwa Dewan Pers tidak memiliki perangkat hukum untuk melakukan pemblokiran.

Dewan Pers berdasarkan mandat Undang-Undang Pers Nomor 44 Tahun 1999 hanya berperan melakukan pendataan terhadap media massa yang ada di Indonesia serta menerima aduan dari masyarakat terkait media massa.

Aduan inilah kemudian disampaikan ke pihak regulator, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Pemblokiran itu ranahnya pemerintah, kalau Pemerintah mau blokir ya silakan tapi kalau itu sudah terkait dengan pers maka Dewan Pers akan melindungi.” Katanya.

(Baca juga: BI Laporkan Penyebar Hoax Pencetak Rupiah Baru ke Polisi)

Stanley menyatakan, saat ini ada banyak media baru bermunculan. Ia berharap media-media baru ini segera mendaftarkan diri ke Dewan Pers agar dapat memperoleh perlindungan dari Dewan Pers.

Berdasarkan MoU antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Dewan Pers maka penyidik akan selalu melakukan konsultasi dengan Dewan Pers manakala ada keragu-raguan mengenai kesahihan suatu media. “Kalau media terverifikasi di Dewan Pers itu kalau dianggap melanggar kode etik jurnalistik penyelesaiannya di Dewan Pers, jadi tidak boleh masuk ke ranah hokum,” Katanya.

Sebelumnya, pada penghujung tahun 2016 lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang dianggap mengandung konten negatif. Situs yang terkenal blokir tersebut antara lain, voa-islam.com, nahimunkar.com, kiblat.net, bisyarah.com, dakwahtangerang.com, islampos.com, suaranews.com, izzamedia.com, gensyiah.com, muqawamah.com, dan abuzubair.net.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Noor Izza mengatakan pemblokiran dilakukan terhadap 11 situs, dari 200 situs yang terindikasi memuat fitnah, provokasi, SARA, penghinaan simbol negara serta menyebarkan malware.

(Baca juga: Facebook Libatkan Jurnalis untuk Investigasi Laporan Berita Hoax)

“Pemblokiran ini dibenarkan oleh Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” katanya.

Reporter: Muhammad Firman