Twitter Nonaktifkan Video Trump soal George Floyd

ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/foc/cf
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memeriksa kartu debit bantuan pandemi penyakit virus korona (COVID-19) yang diberikan kepadanya saat rapat Kabinet di Ruang Timur Gedung Putih di Washington, Amerika Serikat, Selasa (19/5/2020).
Penulis: Desy Setyowati
5/6/2020, 17.54 WIB

Twitter mengambil beberapa kebijakan yang membuat hubungannya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump semakin panas. Kali ini, perusahaan pengembang platform media sosial itu menonaktifkan video yang diunggah tim kampanye Trump terkait penghormatan kepada George Floyd.

Floyd merupakan warga kulit hitam yang meninggal dunia setelah lehernya ditekan menggunakan lutut oleh polisi. Video penghormatan untuk Floyd itu sudah diunggah ulang (retweet) hampir 7 ribu kali, termasuk Trump dan putranya.

Juru bicara Twitter mengatakan kepada situs web Hill bahwa mereka menerima keluhan dari pemilik hak cipta atas satu gambar yang dipakai dalam video tim kampanye Trump itu. Oleh karena itu, perusahaan menonaktifkan video tersebut.

(Baca: Twitter Sembunyikan Kicauan Trump soal Pembunuhan George Floyd)

Namun, tim kampanye Trump menuduh Twitter dan salah satu pendirinya, Jack Dorsey, menyensor pesan yang mengangkat dan menyatukan dari Presiden Trump. Video berdurasi hampir empat menit itu menunjukkan gambar protes damai terkait kematian Floyd.

Selain itu, Trump berbicara mengenai tragedi serius dan kelompok radikal kiri terkait penjarahan dalam video yang diunggah Rabu (3/6) lalu itu.

Unggahan tersebut disertai dengan deskripsi berbunyi, “kami bekerja menuju masyarakat yang lebih adil, tetapi itu berarti membangun, bukan menghancurkan. Bergandengan tangan, tidak melemparkan tinju. Berdiri dalam solidaritas, tidak menyerah pada permusuhan,” cuit tim kampanye Trump.

Juru bicara kampanye Trump Andrew Clark menilai, Twitter gagal menjelaskan tentang alasan menonaktifkan video tersebut . “Twitter telah berulang kali gagal menjelaskan mengapa aturan mereka tampaknya hanya berlaku untuk kampanye Trump, tetapi tidak untuk orang lain,” kata dia dikutip dari The Guardian, Jumat (5/6).

“Menyensor pesan penting persatuan dari presiden seputar protes George Floyd merupakan upaya yang disayangkan,” ujar Clark. (Baca: Trump vs Twitter dalam Isu Manipulasi Pemilu dan Pembunuhan Politisi)

Pada akhir Mei lalu, Twitter memeriksa kebenaran fakta cuitan Trump terkait kemungkinan manipulasi dalam pemungutan suara 2020 dan tuduhan pada mantan politisi Joe Scarborough atas kematian staf kongres Lori Klausutis. Trump kemudian menuduh balik bahwa Twitter mencampuri urusan pemilu AS.

Trump lantas menandatangani perintah eksekutif yang dapat mengurangi perlindungan terhadap perusahaan internet. (Baca: Makin Panas, Facebook dan Twitter Lawan Trump soal Aturan Media Sosial)

Setelah itu, Twitter menyembunyikan cuitan Trump yang berbunyi “saya sampaikan kepadanya bahwa militer mendukungnya setiap saat. Setiap kesulitan dan kita akan mengambil kendali, tetapi ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai. Terima kasih!” Cuitan ini terkait aksi unjuk rasa atas kematian Floyd.

Selain disembunyikan, unggahan tersebut diberi label glorifikasi kekerasan. (Baca: Mark Zuckerberg Tak ‘Sanksi’ Trump, 600 Pegawai Facebook Mogok Kerja)