Pertanian menjadi salah satu dari tiga sektor yang tumbuh positif pada kuartal II, di tengah pandemi corona. Upah riil buruh tani pun meningkat mulai Mei, setelah menurun sejak awal tahun. Namun, startup pertanian mengklaim pendapatan petani bisa meningkat hingga 10 kali lipat jika bergabung dengan ekosistem digital.
Upah rill buruh tani menggambarkan daya beli petani, karena membandingkan upah nominalnya dengan indeks konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), upah nominal buruh tani meningkat sejak awal tahun ini.
Akan tetapi, upah riilnya menurun pada awal tahun. Lalu meningkat mulai Mei sebesar 0,21% dibandingkan bulan sebelumnya. Kemudian naik lagi 0,11%, dan 0,32% pada Juli.
Untuk meningkatkan pendapatan petani, Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah (pemda) memasarkan hasil panen melalui platform digital. Kementerian mencatat, pemasaran produk hortikultura ke segmen rumah tangga melalui layanan digital meningkat 300% lebih selama masa pagebluk ini.
Sayurbox misalnya, telah menggaet 1.000 petani di beberapa daerah, termasuk Surabaya dan Bali. Head of Communications Sayurbox Oshin Hernis mengatakan, rata-rata pendapatan petani yang menjadi mitra meningkat 10 kali lipat.
“Ini karena kami menyerap seluruh hasil panennya. Kalau tengkulak biasanya memilih yang bagus saja,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (4/9).
Hasil panen itu dipasarkan melalui platform Sayurbox, dan dikategorisasi berdasarkan kualitasnya. “Ada yang namanya imperfect product. Ada grade a, b, c,” ujar Oshin.
Kalaupun masih ada produk yang belum terjual namun layak konsumsi, maka perusahaan akan menjualnya secara offline. Dengan skema itu, perusahaan memaksimalkan potensi penjualan hasil panen para mitra petani.
Selain itu, Sayurbox melatih penduduk di Bogor, Jawa Barat, untuk bertani. Ada juga petani yang tidak bekerja saat pandemi virus corona, dan diajak bekerja sama untuk bercocok tanam. “Mereka mau menanam, tapi tidak tahu mau dipasarkan ke mana karena restoran dan lainnya tutup,” katanya.
TaniHub Grup juga mencatat, rerata pendapatan mitra petani meningkat 20-25% setelah bergabung. Perusahaan menggaet lebih dari 30 ribu petani per Maret, dan ditarget mencapai 1 juta dalam lima tahun ke depan.
Co-Founder sekaligus President TaniHub Group Pamitra Wineka menjelaskan, banyak petani yang kesulitan memasarkan produknya saat pandemi Covid-19. Ini karena banyak pasar, hotel, restoran hingga katering yang tutup dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Alhasil, sekitar 10 ribu petani bergabung dengan TaniHub sejak adanya pandemi corona. “Mereka dibantu oleh pemerintah provinsi (pemprov) untuk cari pemasaran alternatif,” ujar Pamitra kepada Katadata.co.id.
TaniHub Grup memiliki tiga unit bisnis yakni TaniHub, TaniFund, dan TaniSupply. TaniHub merupakan platform e-commerce dengan model business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C) untuk memasarkan hasil tani.
Selain di dalam negeri, TaniHub menyalurkan produk petani lokal melalui eksportir. Perusahaan berencana memasarkan secara langsung produk petani lokal ke luar negeri pada tahun depan.
“Tahun depan targetnya bisa ekspor," kata Pamitra, saat konferensi pers virtual, pada Maret lalu (3/3).
Sedangkan TaniFund bergerak di bidang teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) yang berfokus pada petani. Berdasarkan situs resminya, perusahaan telah menyalurkan pinjaman Rp 136,15 miliar kepada petani.
Lalu, TaniHub Grup juga meluncurkan TaniSupply untuk mengatasi persoalan rantai pasok. Saat ini, TaniHub memiliki lima pusat distribusi yakni di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Perusahaan berencana membangun infrastruktur pertanian baru di luar Jawa dalam dua tahun ke depan. “Kami ingin menjamah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi," kata Co-Founder sekaligus CEO TaniHub Ivan Arie Setiawan saat konferensi pers secara virtual, akhir bulan lalu (24/8).
Hal itu bertujuan pemerataan distribusi produk pertanian di Tanah Air. Langkah ini akan membuat rantai pasok komoditas menjadi lebih efisien, sehingga harga bisa terkendali. “Kalau bisa distribusi merata sampai ke luar Jawa, petani bisa mengendalikan harga," kata Ivan.
Selain itu, TaniHub memiliki pusat pemrosesan dan pengemasan produk atau processing packing center yang baru diluncurkan tahun ini di Malang. Fasilitas ini berfungsi menghemat waktu distribusi produk pertanian.
Kedua infrastruktur tersebut membuat TaniHub bisa memenuhi standar impor produk pertanian.
Selain kedua perusahaan tersebut, Kedai Sayur memasarkan produk petani lokal. “Sebagian besar, kami sebagai offtaker. Menghubungkan petani dengan pasar melalui platform digital,” kata Co-Founder sekaligus CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto kepada Katadata.co.id.
Perusahaan juga bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan petani di Cianjur, dengan model operasi petani. Lalu, berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, untuk model bisnis dan model operasi antara kementerian, koperasi binaan, dan swasta.
Kedai Sayur juga dalam pembicaraan dengan fintech untuk membantu petani di Jawa Timur, dari sisi pembiayaan modal kerja.
Perusahaan juga tetap menjual produk tani yang mutunya dinilai kurang, dari sisi ukuran, bentuk, dan warna. “Ini disebut Produk Unik #UnikTetapSempurna,” kata Adrian.
Dengan skema tersebut, perusahaan mengklaim pendapatan petani yang menjadi mitra meningkat. Hanya, Adrian tidak memerinci besaran peningkatannya.
Selain itu, perusahaan berkomitmen memasarkan produk tani dengan volume dan harga yang baik. “Kami terus mengawasi dan menciptakan peluang penjualan yang besar di tengah pandemi Covid-19,” ujar dia.
Salah satu caranya, Kedai Sayur mempercepat peluncuran layanan B2C di tengah pandemi corona. Ini karena permintaan produk dari hotel, restoran, dan kafe merosot hampir 50% sejak adanya Covid-19.