Perusahaan riset CB Insights melaporkan bahwa valuasi penyedia jasa pariwisata berbasis digital atau online travel agent (OTA), Traveloka mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 44,2 triliun. Valuasinya melebihi OVO dan Bukalapak.
Valuasi startup itu meningkat dibandingkan laporan CB Insights bertajuk ‘Global Unicorn Club’ pada November tahun lalu, US$ 2 miliar. Peningkatan ini setelah Traveloka memperoleh pendanaan US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,6 triliun pada Juli lalu.
Dana segar itu diperoleh dari salah satu institusi keuangan global. Selain itu, investor terdahulu (existing investor) berpartisipasi dalam pendanaan, termasuk EV Growth.
Sumber Bloomberg yang mengetahui rencana pendanaan itu mengatakan, valuasi Traveloka diperkirakan turun 17% dari US$ 3,3 miliar menjadi US$ 2,75 miliar atau Rp 39,7 triliun.
Sedangkan valuasi OVO US$ 2,9 miliar dan Bukalapak US$ 2,5 miliar, berdasarkan data CB Insights. Sebagai perbandingan, besaran valuasi para unicorn pada akhir tahun lalu dapat dilihat pada bagan Databoks berikut:
Traveloka disebut-sebut siap untuk mencapai titik impas pada tahun depan, dan bahkan berpotensi untung. Namun, ini jika industri perjalanan pulih setidaknya 50% dibandingkan sebelum ada pandemi corona.
Hal itu dilaporkan pertama kali oleh DealStreetAsia. Katadata.co.id pun mengonfirmasi mengenai potensi tersebut kepada Traveloka, tetapi belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.
Co-Founder sekaligus CEO Traveloka Ferry Unardi sempat menyampaikan bahwa perusahaan berada pada jalur yang tepat untuk meraup keuntungan. Ini disampaikan saat wawancara dengan jurnalis Bloomberg, pada November tahun lalu.
Upaya perusahaan menjaga stabilitas keuangan, sejalan dengan rencana menawarkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) pada 2021 hingga 2022. Traveloka pun berfokus layanan di sektor gaya hidup dan finansial.
Namun, pandemi virus corona menghantam bisnis industri pariwisata, termasuk Traveloka. Pada Juli lalu, Ferry menyampaikan bahwa permintaan konsumen menurun drastis, sementara pengembalian dana (refund) melonjak signifikan.
Berdasarkan data CB Insights, jumlah kunjungan ke platform per bulannya turun 7,02% per awal September. Tingkat hunian hotel juga menurun ke level terendah.
Mitra aktivitas lifestyle di domestik maupun regional, serta restoran bahkan harus menutup operasional bisnis untuk sementara waktu karena pandemi Covid-19.
Itu mengakibatkan bisnis Traveloka jatuh ke titik terendah yang belum pernah terjadi sejak pertama berdiri.
Meski begitu, Ferry optimistis perusahaannya akan bangkit kembali dengan adanya penyesuaian strategi bisnis secara cepat. Di Vietnam misalnya, bisnis mulai stabil dan mendekati periode sebelum adanya pandemi Covid-19.
Sedangkan di Thailand, hampir melampaui 50% dibandingkan situasi normal. “Meskipun Indonesia dan Malaysia masih berada di tahap awal pemulihan, tapi kedua pasar ini terus memperlihatkan momentum yang menjanjikan dengan kemajuan dari minggu ke minggu,” kata Ferry dikutip dari siaran pers, Juli lalu (28/7).
Tingkat hunian hotel di Indonesia misalnya, mulai meningkat dibandingkan Maret. Ini tecermin pada Databoks di bawah ini:
Traveloka juga meluncurkan beragam layanan baru seperti tes risiko corona hingga tur virtual. Di tengah strategi ini, perusahaan pun mendapatkan pendanaan meski di tengah krisis akibat pandemi.
Unicorn itu setidaknya memiliki 20 lebih produk. Ada tujuh terkait perjalanan seperti pemesanan tiket pesawat, bus, kereta hingga sewa mobil. Lalu ada empat seputar penginapan.
Kemudian lima layanan mengenai gaya hidup, seperti pemesanan tiket menonton film di bioskop, Traveloka Xperience, restoran, city guides, dan voucer. Selain itu, ada tujuh produk terkait keuangan yakni asuransi, poin, paylater, dompet digital melalui Uangku, isi ulang saldo, konektivitas dan data, serta international data plans.