Diskusi antara perusahaan penyedia layanan on-demand, Gojek dan Grab terkait merger dikabarkan buntu. Sumber Bloomberg pun mengungkapkan bahwa decacorn Indonesia ini mengkaji merger dengan Tokopedia.
Dua sumber yang mengetahui masalah itu mengatakan, Gojek dan Tokopedia telah menandatangani lembar persyaratan terperinci untuk uji tuntas bisnis masing-masing. “Kedua pihak melihat potensi sinergi dan ingin menutup kesepakatan secepat mungkin dalam beberapa bulan ke depan,” kata sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, dikutip dari Bloomberg, Selasa (5/1).
Jika keduanya jadi bergabung, valuasinya disebut-sebut lebih dari US$ 18 miliar. Sebagai decacorn, valuasi Gojek lebih dari US$ 10 miliar.
Sedangkan Tokopedia mendapatkan dana segar dari Google dan Temasek pada akhir tahun lalu. Dengan adanya pendanaan ini, valuasi startup e-commerce ini disebut-sebut mendekati skala decacorn.
Sumber mengatakan, Gojek dan Tokopedia mempertimbangkan potensi merger sejak 2018. Namun, diskusi dipercepat karena pembicaraan kesepakatan antara Gojek dan Grab dikabarkan menemui jalan buntu.
Namun, Gojek enggan berkomentar mengenai kabar mengkaji merger dengan Tokopedia. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor dan spekulasi pasar," kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita kepada Katadata.co.id, Selasa (5/1).
Begitu juga dengan Tokopedia. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap spekulasi dan rumor pasar," ujar perwakilan Tokopedia kepada Katadata.co.id.
Sumber mengatakan, CEO Grab Anthony Tan terus menolak tekanan dari SoftBank Group Corp Masayoshi Son untuk menyerahkan sebagian kendali atas entitas gabungan kepada Gojek. Nikkei Asia Review melaporkan, Grab menginginkan kontrol yang lebih besar atas perusahaan gabungan.
Decacorn Singapura itu juga mengajukan beberapa syarat untuk merger. Beberapa di antaranya memberikan Anthony hak suara yang besar di perusahaan gabungan, hak veto keputusan dewan direksi, dan kendali atas penghasilan sendiri.
Sumber juga menyampaikan, Gojek menginginkan 40% saham di entitas gabungan tersebut. Tetapi, "Grab menilai jumlahnya secara fundamental terlalu banyak," kata dia dikutip dari Tech In Asia, Minggu (3/1). Ini karena Grab yakin bahwa keuangannya lebih kuat.