Strategi Shopee dan Grab Rebut Pasar Indonesia dari Gojek – Tokopedia
- Induk Shopee dan Grab dinilai punya ‘kemewahan’ dibandingkan Gojek dan Tokopedia, karena cakupannya lebih luas
- Kedua decacorn Singapura dinilai dapat melakukan diskon silang, untuk merebut pasar di Indonesia
- Shopee memimpin dari sisi jumlah kunjungan dan transaksi Grab unggul di layanan pesan-antar makanan
Induk Shopee, Sea Group memimpin dari sisi jumlah kunjungan ke platform e-commerce di Indonesia. Startup jumbo Singapura lainnya, Grab unggul dalam hal transaksi pesan-antar makanan. Salah satu cara yang ditempuh yakni promosi atau ‘bakar uang’.
Beberapa modal ventura memang sudah mengingatkan startup, khususnya unicorn dan decacorn untuk mengurangi ‘bakar uang’ dan berfokus pada keuntungan selama pandemi corona. Namun, Shopee dan Grab berhasil meningkatkan jumlah pengguna dengan strategi ini.
Direktur Utama Mandiri Capital Eddi Danusaputro mengatakan, startup, baik kecil maupun jumbo bisa self sustainable atau untung, jika pendapatan lebih besar dibandingkan pengeluaran. “Tetapi, (bisa juga) sengaja membuat harga produk dan/atau jasa rendah agar pengguna tidak lari ke kompetitor. Ini karena persaingan tinggi,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (18/1).
Ia menilai, strategi promosi wajar dilakukan. “Namun, tidak bisa selamanya. Pelan-pelan harus menaikkan harga barang dan/atau jasa. Dengan begitu, startup punya ‘path to profitability,” kata dia.
Di Indonesia, Shopee gencar memberikan promosi bertema tanggal cantik seperti 11.11 dan 12.12. Sedangkan Grab masih rutin memberikan diskon GrabFood seperti Semangat 2021, Semangat Gaspol, dan lainnya.
Berdasarkan data iPrice, Shopee memimpin di Indonesia dari sisi tingkat kunjungan. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Shopee mencatatkan 560 juta transaksi selama pandemi Covid-19 atau kuartal II dan III 2020. Anak usaha Sea Group ini pun berencana menggencarkan promosi dan kolaborasi untuk mendongkrak penjualan pada 2021.
Sedangkan data Momentum Works menunjukkan, nilai transaksi bruto atau GMV GrabFood US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 83 triliun pada 2020. Sedangkan GoFood milik Gojek hanya US$ 2 miliar atau Rp 28 triliun.
Grab pun menyumbang hampir setengah dari total GMV pesan-antar makanan di Asia Tenggara sepanjang tahun lalu, meski ada pandemi virus corona. Secara total, kontribusi Indonesia merupakan yang terbesar di regional yakni US$ 3,7 miliar.
CEO perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura, Momentum Works, Li Jianggan menilai bahwa Sea Group dan Grab memiliki privilege karena cakupan yang luas. Sea Group beroperasi di Asia Tenggara, Taiwan, dan Brasil. Sedangkan Grab, Gojek, dan Tokopedia dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Grab | Gojek | Tokopedia | |
Cakupan* | 8 negara | 4 negara | Indonesia |
Mitra pengemudi | 9 juta (keseluruhan) | 2 juta | - |
Mitra penjual | 900 ribu | 9,9 juta | |
Jumlah unduhan | 214 juta kali | 190 juta kali | - |
Pengguna aktif bulanan | - | 38 juta | 100 juta |
Valuasi | US$ 14 miliar | US$ 10 miliar | Mendekati US$ 10 miliar |
Sumber: Gojek, Grab, Tokopedia, CB Insights
Li mengatakan, startup memang dapat berkembang pesat di Indonesia karena populasi dan potensi pasarnya yang besar. “Namun, selama bertahun-tahun banyak yang telah belajar bahwa agar untung di negara ini, membutuhkan permainan jangka panjang dan kesabaran,” kata dia dikutip dari SCMP, dua pekan lalu (7/1).
Ia menilai, Grab dan Sea dapat menggunakan kepemimpinan pasar dan bisnis yang lebih menguntungkan di negara lain untuk terus mendanai pertumbuhan mereka di Indonesia. “Sedangkan Tokopedia dan Gojek tidak memiliki kemewahan ini,” kata Li.
Hal senada disampaikan oleh peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda. “Dengan jumlah negara cakupan yang lebih banyak, Grab bisa memanfaatkan strategi diskon silang,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Sedangkan Eddi menilai bahwa cara yang disampaikan oleh Li maupun Nailul memungkinkan untuk dilakukan. Namun, itu bukan hal yang mudah.
Strategi Grab dan Gojek
Co-Founder Grab Tan Hooi Ling menyadari bahwa persaingan ketat sejak awal berdiri. Perusahaan pun berfokus pada strategi hyperlocal untuk mengatasi hal ini.
“Kami berfokus pada Asia Tenggara yang telah memberikan keunggulan yang kuat di ‘kandang’,” kata Tan dalam wawancara khusus dengan jurnalis Business Insider, Michael O’Naill, akhir pekan lalu (15/1). “Ini adalah rumah dan tidak ada yang tahu kebutuhan pelanggan di regional seperti kami.”
Ia menyampaikan, perusahaan selalu berpikir untuk mengutamakan kemitraan. Cara ini dinilai dapat membuat perubahan besar dalam waktu singkat. “Misalnya, kami bermitra dengan OVO di Indonesia dan Moca di Vietnam untuk mempercepat adopsi non-tunai,” ujarnya.
Akan tetapi, pandemi virus corona juga berpengaruh besar terhadap strategi perusahaan. “Kami dipaksa untuk berpikir out of the box, berinovasi dan beradaptasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami membuat poros yang signifikan untuk memangkas biaya dan secara paralel berinvestasi besar-besaran ke bisnis pengiriman yang sedang berkembang,” katanya.
Kini, perusahaan berfokus menggaet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini karena jumlah mitra penjual yang bergabung ke ekosistem Grab meningkat dua kali lipat lebih selama pandemi Covid-19.
Jumlah mitra pedagang yang baru hampir 600 ribu di Asia Tenggara. “Prioritas kami sekarang yaitu membangun momentum ini. Kami ingin membantu lebih banyak UKM dan bisnis tradisional,” ujar dia.
Perusahaan tetap akan berfokus menggarap pasar regional. “Ada begitu banyak hal yang dapat dan ingin kami lakukan untuk wilayah ini. Kami baru saja menggores permukaannya,” kata Tan.
Sedangkan Gojek berfokus membangun keberlanjutan bisnis melalui inovasi. Di bidang pesan-antar makanan misalnya, decacorn ini meluncurkan GoFood Pickup, contactless delivery, dan produk siap masak. Selain itu, tetap memberikan promosi hari kuliner nasional atau Harkulnas.
Untuk layanan pengiriman barang, Gojek meluncurkan GoSend Intercity Delivery yang mencakup Jadetabek, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan Bandung. Peningkatan permintaan pun lebih dari tiga kali lipat.
“Salah satu fokus utama kami yakni mengembangkan solusi komprehensif untuk membantu UMKM Indonesia untuk go-digital,” kata Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita kepada Katadata.co.id, Rabu (20/1). “Salah satu strategi kami dalam menjaga keberlanjutan bisnis yaitu dengan meningkatkan user experience bagi pelanggan dan mitra.”
Nila mengatakan, fundamental bisnis Gojek semakin kuat. Pada 2020, perusahaan mencetak laba operasional di luar biaya headquarter atau dikenal dengan istilah contribution margin positive. Sedangkan nilai transaksi atau GTV di dalam platform Gojek group naik 10% yoy menjadi US$12 miliar atau sekitar Rp 170 triliun.
Selain itu, pengguna aktif bulanan alias monthly active users (MAU) Gojek mencapai 38 juta di Asia Tenggara. “Kedepan, kami akan terus berfokus pada upaya pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Di saat yang sama, terus memberikan solusi atas kebutuhan sehari-hari masyarakat,” ujar Nila.
Shopee Tetap Gencar ‘Bakar Uang’
Sedangkan Shopee menyampaikan akan tetap memberikan promosi pada tahun ini. "Ke depan, kami terus memberikan promosi yang menarik, baik ada pandemi atau tidak," kata Direktur Shopee Indonesia Handhika Jahja saat konferensi pers Shopee 11.11 Big Sale, Oktober tahun lalu (15/10/2020).
Berdasarkan laporan keuangan Sea Group per Kuartal III 2020, pendapatan meningkat 99% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 1,21 miliar atau Rp 17 triliun. Namun, rugi bersihnya melonjak dua kali lipat menjadi US$ 425 juta atau Rp 5,9 triliun.
Laba kotornya naik 100,6% yoy menjadi US$ 407,6 juta. Pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) yang disesuaikan US$ 120,4 juta, juga membaik dibandingkan periode sama tahun lalu yang negatif US$ 30,8 juta.
Namun, kerugian EBITDA yang disesuaikan dari lini bisnis e-commerce naik dari US$ 253,7 juta pada kuartal III 2019 menjadi US$ 301,6 juta. Padahal pendapatan dari lini bisnis ini naik 173,3% yoy menjadi US$ 618,7 juta. Ini mencakup pendapatan pasar US$ 467,1 juta, salah satunya berasal komisi transaksi. Lalu, dari iklan, layanan nilai tambah, dan produk US$ 151,6 juta.
Total pesanan kotor di platform Shopee melonjak 130,7% menjadi 741,6 juta. Khusus di Indonesia, meningkat 124% menjadi 310 juta. Sedangkan nilai transaksi bruto atau GMV meningkat 102,7% menjadi US$ 9,3 miliar atau Rp 131 triliun.
Business Times melaporkan, Shopee meningkatkan biaya pemasaran merek dan lainnya, sehingga ada kenaikan biaya 54% menjadi US$ 306,7 juta. “Kompensasi staf yang lebih tinggi dan tunjungan juga berkontribusi terhadap peningkatan biaya,” demikian dikutip pada November tahun lalu (17/11/2020).
Sedangkan Tokopedia berfokus membangun super ekosistem untuk mendorong pertumbuhan bisnis yang konsisten dan berkelanjutan. “Salah satunya, mengutamakan strategi pemasaran yang optimal dan efisien,” ujar External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya kepada Katadata.co.id, Senin (18/1).
Selain itu, unicorn Tanah Air ini mendorong pendapatan dari layanan seperti TopAds, Power Merchant, Official Store dan lainnya. “Di sisi lain, kunci beradaptasi saat pandemi yakni berinovasi dan berkolaborasi,” kata dia.
Jumlah pengguna aktif bulanan Tokopedia pun bertambah 10 juta lebih dibandingkan sebelum ada Covid-19, menjadi 100 juta. Sedangkan jumlah mitra penjual meningkat 2,7 juta menjadi lebih dari 9,9 juta.
Pada akhir tahun lalu, CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyampaikan hanya 2% provinsi yang belum terjangkau. Ini umumnya karena tak terakses internet atau listrik.
“Hanya masalah waktu untuk mencapai seluruh wilayah Indonesia,” kata dia dalam acara dalam acara Indonesia Digital Conference 2020 yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), medio bulan lalu (15/12/2020).
(REVISI: Ada tambahan pernyataan dari Gojek pada Rabu, 20 Januari)