Hampir Bangkrut, Nasib Calon Unicorn Zilingo Ditentukan Pekan Ini

instagram/@zilingoid
Ilustrasi, Zilingo berkolaborasi dengan Afgan Syahreza, Isyana Sarasvati, dan Rendy Pandugo untuk kampanye #BelanjaVersiGue.
Penulis: Desy Setyowati
22/6/2022, 11.59 WIB

Dewan komisaris dan direksi startup e-commerce asal Singapura Zilingo mengkaji terkait pembelian atau likuidasi perusahaan. Kabarnya, keputusan paling cepat diambil pada hari ini (22/6) atau akhir pekan.

Akhir pekan lalu, sumber Inc42 melaporkan, dewan komisaris dan investor utama Zilingo yakni Sequoia Capital melakukan pembicaraan dengan beberapa buy out fund milik private equity yang berbasis di Amerika Serikat (AS) dan Singapura. Pembicaraan ini terkait kemungkinan likuidasi perusahaan.

Namun, pendiri Zilingo Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor memutuskan untuk bersatu kembali dan mengajukan tawaran pembelian perusahaan. “Sebab, Zilingo semakin dekat dengan kebangkrutan dan likuidasi,” kata sumber Techstory, dikutip Selasa (21/6).

Padahal, Zilingo disebut-sebut hampir menjadi unicorn atau startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar. Valuasi e-commerce ini dikabarkan US$ 970 juta pada 2020.

Dewan direksi dan Dhruv Kapoor dikabarkan bertemu baru-baru ini. Dhruv meminta dewan mempertimbangkan tawaran pembelian oleh dirinya dan Ankiti, ketimbang melikuidasi perusahaan.

Sumber mengatakan, Dhruv meminta dewan mengkaji perkembangan bisnis Zilingo, valuasi, dan potensinya.

Dhruv juga dikabarkan telah menyewa penasihat hukum dan keuangan untuk membeli Zilingo. Ia berharap dewan setuju dengan tawarannya dan proses ini dapat dimulai, sehingga startup itu dapat melanjutkan operasional.

Juru bicara Zilingo mengatakan, perusahaan telah mengangkat seorang karyawan yang mengambil peran sebagai penasihat keuangan ketika petinggi mengkaji likuidasi.

Jika tawaran Dhruv dan Ankiti diterima, sumber Inc42 menyampaikan bahwa perusahaan kemungkinan akan menunjuk chief financial officer (CFO) baru.

Penawaran pembelian mencakup komitmen dari investor yang tidak disebutkan namanya sebesar US$ 8 juta.

Sedangkan jika opsi likuidiasi yang dipilih, maka akan ada pembentukan perusahaan baru yang akan mengambil kendali atas semua anak perusahaan Zilingo.

Komitmen utang Zilingo akan dilunasi melalui likuidasi, sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh Dhruv kepada pemegang saham, termasuk Sequoia Capital India dan SEA, Sofina, Burda Principal Investments, angel investor Kunal Shah dan Sandeep Tandon.

“Sebagai pendiri, adalah tanggung jawab utama kami untuk memastikan bahwa kami melakukan apa pun untuk memastikan ‘lampu’ tetap menyala di Zilingo dan di rumah ratusan orang yang menjadi bagian darinya,” kata Ankiti.

“Tidak peduli apa perbedaan kami, pada akhirnya kami memulai perusahaan ini dengan tujuan yang sama. Hari ini kami bersatu untuk memperjuangkan tujuan yang sama,” tambah dia.

Namun, ada kekhawatiran serius tentang ‘kerusakan’ reputasi merek Zilingo setelah pertempuran berbulan-bulan antara Ankiti dan dewan direksi.

Pada April, dewan direksi menangguhkan CEO Ankiti Bose. Ini diduga karena melakukan malpraktik keuangan.

Padahal, startup asal Singapura itu tengah menggalang dana yang bisa membuat valuasi perusahaan US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun.

Sumber Bloomberg yang mengetahui masalah itu menyampaikan, Zilingo awalnya berusaha mengumpulkan dana hingga US$ 200 juta atau Rp 2,8 triliun dari investor dengan bantuan Goldman Sachs Group.

Di tengah upaya itu, calon investor dilaporkan menggelar penyelidikan terhadap praktik keuangan Zilingo.

Namun, pertanyaan terbesar di tengah kajian pembelian oleh pendiri atau likuidasi, yakni kelangsungan bisnis Zilingo. Startup ini dinilai tidak memiliki penetrasi yang memadai di antara pemasok, produsen, atau pengecer.

Lini business to business (B2B) Zilingo menjadi satu-satunya penghasil pendapatan. Berdasarkan laporan keuangan yang tidak diaudit dan tak diungkapkan, yang diperoleh Inc42 dari sumber di perusahaan, Zilingo merugi pada 2020 dan 2021 karena melepas segmen business to customer (B2C).

Laporan keuangan yang tidak diaudit itu menunjukkan, layanan B2B menghasilkan pendapatan operasional US$ 43,4 juta atau 7% dari nilai transaksi alias GMV tahun lalu.

Pendapatannya diperkirakan naik menjadi US$ 61 juta tahun ini atau 6% dari GMV. Namun, Ankiti sempat mengatakan bahwa proyeksi ini mungkin sulit terpenuhi.