Tren PHK Startup dan Minat Investor Tahun Depan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Lenny Septiani
6/12/2022, 20.31 WIB

Startup Indonesia marak melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK tahun ini. Tren ini akan berlanjut tahun depan?

Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li menilai bahwa tren PHK bukan hanya terjadi di startup, tetapi juga perusahaan konvensional. Menurutnya, perusahaan rintisan akan berfokus mengejar keuntungan.

“Ke depan akan bertahan, apakah menjadi perusahaan untung atau mendapatkan pendanaan baru” kata Kenneth dalam seminar Exit Mechanisms for Investors & Startup Companies di Jakarta, Selasa (6/12).

Meski begitu, bukan berarti startup akan tetap masif PHK ke depan. Terlebih lagi, sejumlah perusahaan teknologi seperti GoTo dan induk Shopee sudah memangkas jumlah pekerja dalam jumlah besar.

“Mereka sudah mencapai tingkat efisiensi untuk menjalankan perusahaan,” ujar dia. “Ke depan akan banyak merekrut lagi atau tidak? Ada banyak faktor.”

Pada kesempatan berbeda, Partner East Ventures Melisa Irene menilai bahwa tren startup PHK merupakan koreksi. Dalam dunia saham, koreksi berarti harga turun setelah mencapai titik tertinggi.

"Melihat dua tahun belakangan ada perubahan perilaku masyarakat yang akhirnya sangat disayangkan (startup) mengambil langkah itu," kata Melisa dalam Open Book East Ventures di Jakarta, Senin (5/12).

Berkaca dari situasi ini, menurutnya investor bakal mengkaji startup bukan hanya dari sisi nilai transaksi alias gross merchandise value (GMV) tetapi juga profitabilitas. “Kini, keberlanjutan bisnis menjadi point plus bagi perusahaan dan investor melihat itu,” tambah dia.

Sedangkan Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro sebelumnya mengatakan, perusahaan rintisan menghadapi beberapa tekanan seperti penurunan traction atau revenue, didorong untuk untung, dan sulit meraih pendanaan.

Alhasil mereka melakukan efisiensi. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh startup, yaitu:

  1. Pengurangan anggaran atau bujet pemasaran
  2. Mengurangi peluncuran fitur produk
  3. Menunda ekspansi dan PHK

Sebelumnya, Executive Director ICT Institute Heru Sutadi menilai bahwa puncak startup PHK belum terjadi. “Ini belum puncaknya, karena kami belum tahu apa yang akan terjadi pada 2023,” kata dia kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu (25/11).

Sedangkan sejumlah ekonom memprediksi terjadi resesi global tahun depan. Hal ini tentu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

“Jika benar 2023 ekonomi gelap, otomatis startup satu per satu akan meneruskan proses efisiensi, termasuk mengurangi pegawai dalam jumlah besar,” ujar dia.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan startup terpaksa melakukan PHK, di antaranya:

1. Kesulitan mendapatkan investasi

Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain bertajuk ‘e-Conomy Southeast Asia 2022’, modal tersedia atau dry powder investor model ventura Asia Tenggara US$ 15 miliar tahun ini. Nilainya menurun dibandingkan tahun lalu US$ 16 miliar.

Modal ventura diperkirakan hanya berinvestasi di startup portofolio atau yang sudah didanai ketimbang menjelajahi perusahaan rintisan baru

2. Masif bakar uang seperti untuk gratis ongkir alias ongkos kirim maupun diskon

3. Pengeluaran tinggi untuk gaji pegawai dan fasilitas penunjang

4. Konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak terhadap inflasi

5. Ancaman resesi ekonomi global

Startup punya waktu dua tahun biasanya untuk bisnis lanjut atau tidak. Kalau sekarang banyak yang berguguran, ini belum puncaknya. Masih banyak startup yang bertahan 1,5 – 2 tahun ke depan. Kalau tidak dapat investasi ya akan berguguran,” ujar Heru.


Reporter: Lenny Septiani