Startup Anggap Regulasi Pajak Natura Adil untuk Ragam Level Karyawan

123rf.com/Sergey Nivens
Ilustrasi bisnis, startup
Penulis: Lenny Septiani
Editor: Yuliawati
2/1/2023, 16.47 WIB

Pemerintah mengatur penarikan pajak dari imbalan natura dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pengelola perusahaan rintisan atau startup menyambut baik aturan ini.

Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Astindo) Handito Joewono mengatakan kebijakan tersebut tepat untuk menyesuaikan dengan kecenderungan model kerja startup yang didominasi generasi muda. Generasi muda ini semakin banyak ingin bekerja lebih fleksibel.

Pekerjaan dengan jam kerja fleksibel yakni jam kerja berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan pekerja. "Ada yang sehari bisa bekerja delapan jam, tetapi ada yang hanya mau bekerja lima jam di satu perusahaan," kata Handito kepada Katadata.co.id, dikutip Senin (2/1/2023). 

Pekerja nantinya mendapatkan imbalan berdasarkan upah per jam. Perusahaan pun biasanya hanya memberikan imbalan berupa upah kepada karyawan kerja paruh waktu tanpa perlu memberikan natura.

Natura merupakan imbalan dan/atau kenikmatan yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Natura bisa berupa balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan/atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Misalnya, pemberian sembako atau fasilitas tempat tinggal.

Handito mengatakan, pajak natura biasanya diberikan kepada karyawan tetap di level atas. Sehingga, penerapan pajak natura ini memberi rasa keadilan bagi seluruh level karyawan. "Apalagi kecenderungannya imbalan natura lebih terasa bagi level lebih tinggi," katanya.

Dengan memasukkan imbalan natura pada penghasilan yang dikenai pajak akan membuat laporan keuangan perusahaan lebih akuntabel. Sehingga, "akan membuat perusahaan lebih berdaya saing," katanya.

Aturan Pajak Natura

Natura menjadi objek pajak diatur dalam UU HPP Pasal 4 Ayat (1) huruf a . 

Aturan tersebut berbunyi, "penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini".

Pertimbangan masuknya natura sebagai objek pajak, karena definisi penghasilan itu sendiri. UU PPh mengartikan penghasilan, sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Tambahan penghasilan ini, bisa berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, dan dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Namun, tidak semua fasilitas yang diberikan oleh perusahaan terkena pajak natura. Dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf d UU HPP, ada beberapa natura yang mendapat pengecualian, antara lain:

  1. Penyediaan makanan/minuman bagi seluruh pegawai.
  2. Natura di daerah tertentu.
  3. Natura karena keharusan pekerjaan, contohnya alat keselamatan kerja atau seragam.
  4. Natura yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
  5. Natura dengan jenis dan batasan tertentu.

Manfaat Penerapan Pajak Natura

Terdapat beberapa alasan penerapan pajak natura menjadi dapat menjadi salah satu opsi kebijakan PPh orang pribadi yang dapat dipertimbangkan.

Pertama, sebagai upaya mengimbangi ketimpangan tarif PPh orang pribadi dan badan. Sesuai dengan aturan yang tertera dalam UU HPP, pemerintah menambahkan satu lapisan tarif baru PPh orang pribadi yakni kelompok berpenghasilan di atas Rp 5 miliar setahun, yang dikenakan tarif PPh 35%.

Di sisi lain, tarif umum PPh badan yang saat ini berlaku sebesar 22% dan akan menjadi 20%.  Penyesuaian tarif PPh orang pribadi tertinggi menjadi 35%, pada akhirnya akan membuat selisih yang kian besar dengan tarif PPh badan.

Penerapan pajak natura, dinilai dapat membantu mengurangi perencanaan pajak atau tax planning yang timbul dari selisih tersebut. Pasalnya, dengan selisih tarif yang tinggi, pengusaha akan cenderung memberikan kemampuan ekonomis dalam bentuk natura.

Oleh karena itu, jika natura dikenakan pajak, maka upaya tax planning dengan melakukan shifting penghasilan berbentuk tunai (seperti gaji dan tunjangan) ke bentuk natura (benefit in kind) untuk mengurangi beban PPh orang pribadi, dapat diminimalkan.

Kedua, pengenaan pajak natura dapat berfungsi sebagai upaya optimalisasi penerimaan PPh orang pribadi, sekaligus mengurangi ketimpangan. Sebab, umumnya kelompok karyawan yang perpenghasilan tinggi, atau pemilik modal, mendapatkan fasilitas atau natura lebih besar dibandingkan karyawan lainnya.

Ketiga, sejalan dengan tren dan praktik di negara lain. pajak natura atau fringe benefit tax sudah diterapkan di beberapa negara, seperti Australia, Selandia Baru, India, China, Hong Kong, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Begitu pula dengan negara tetangga seperti Singapura dan Filipina, sudah menerapkannya.

Keempat, pengenaan pajak natura memenuhi prinsip simetri dalam sistem pajak. Dengan menerapkan fringe benefit tax, natura diperlakukan sebagai objek PPh bagi penerimanya atau taxable income, maka atas biaya natura yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dibiayakan secara fiskal atau deductible expense.

Prinsip taxable-deductible ini berarti, apabila suatu penghasilan dapat dipajaki bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkannya.


Reporter: Lenny Septiani