Taktik Prahu-Hub Atasi Masalah Menahun Biaya Mahal Logistik Indonesia

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Interview Benny Sukamto selaku Founder Prahu-Hub di Kantor Katadata, Jakarta Pusat (22/8). Benny mengatakan, pasar logistik di Indonesia sangat besar. Hanya, persoalannya kompleks.
Penulis: Desy Setyowati
2/9/2019, 18.00 WIB

Biaya logistik di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia, berdasarkan data Frost and Sullivan. Startup Prahu-Hub pun berfokus pada upaya menurunkan biaya logistik, dengan mengatasi beberapa kendala yang terjadi selama bertahun-tahun.

Permasalahan itu, misalnya, arus barang yang hanya searah. Hal ini membuat biaya logistik di Tanah Air tidak efisien karena kontainer hanya membawa barang dari Jawa ke pulau lain, namun tidak sebaliknya.

Prahu-Hub mencoba untuk mengatasi dengan mempertemukan penyedia layanan pengangkutan barang (forwarding) dan pengguna (shipper). “Konsepnya, kami ingin empower orang di daerah, baik pemain logistik maupun pedangang supaya bisa meningkatkan taraf hidupnya,” kata Pendiri Prahu-Hub Benny Sukamto kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu lalu.

(Baca: PT Pos Beberkan Masalah Logistik E-Commerce)

Startup ini pun menawarkan empat hal. Pertama, efisiensi dan efektivitas karena harga yang transparan. “Kami kompetitif di harga pasar. Jadi murah itu sebenarnya tidak dinilai dari sekadar mata uang rupiah, tapi banyak hal yang bisa dilihat sebagai benefit,” kata dia.

Kedua, proses transaksi dilakukan secara online sehingga bisa dipantau real-time. Sepengetahuannya, selama ini pengguna layanan tidak mengetahui secara pasti kapan barangnya akan sampai. Sebab, penyedia layanan tak memberikan kepastian waktu secara spesifik.

Ketiga, pengguna dan penyedia layanan di platform-nya lebih mudah mengetahui hasil penjualan dan waktu pengiriman. “Kami punya sistem pemantauan (tracking) yang in place. Notifikasinya melalui WhatsApp dan email. Konsumen jadi tahu paketnya sudah sampai mana,” katanya.

(Baca: Kisah Pelaku UMKM Raih Omzet Ratusan Juta Lewat Bisnis Agen Logistik)

Bagi penyedia layanan pengangkutan barang, sistem tersebut akan memudahkan mereka menjalankan bisnisnya. Sebab, forwarding mengetahui waktu pengiriman barang. Dengan begitu, mereka bisa memulai transaksi berikutnya seiring diketahuinya posisi barang dalam perjalanan. Alhasil, perputaran uang diklaim menjadi lebih lancar.

Keempat, program loyalitas seperti kode diskon. Benny mengatakan, mitra penyedia layanan di platform-nya dapat mengajukan tarif dan menawarkan diskon kepada pengguna tertentu. Selain itu, mereka wajib memberitahukan kapasitas layanan mereka.

Nantinya, pengguna yang akan memilih layanan yang akan digunakan sesuai dengan bujet dan kapasitas mitra. “Jadi, tidak ada cerita pesanan berlebih. Selama ini seperti itu yang konvensional, semua diambil, lalu bilang ke konsumen pengirimannya terlambat karena overbooking. Kami tidak mau itu,” katanya.

(Baca: Berkah E-commerce, 5 Startup Logistik Dapat Investasi Sejak Awal 2019)

Saat ini, layanan Prahu-Hub tersedia di 14 kota seperti Medan, Balikpapan, Makassar, Kendari, Merauke, dan Fakfak. Prahu masih berfokus memperluas cakupan pasar di dalam negeri ketimbang ke negara lain.

Upaya Mengatasi Biaya Logistik yang Tinggi di Indonesia

Benny sendiri sudah berkutat dengan layanan pengiriman barang sejak kecil. Sebab, orang tuanya memang berbisnis ini. Karena sudah memahami seluk-beluk industri tersebut, orang tuanya menyekolahkan Benny ke Amerika Serikat (AS) untuk belajar mengenai sistem perangkat lunak (software) dan big data.

Orang tuanya paham bahwa layanan logistik di Tanah Air sangat rumit dan perlu dibuat sistematis. “Logistik di Indonesia itu kompleks, ada 17 ribu pulau. Kalau bicara wilayah dipisahkan oleh air itu seperti antarnegara sebenarnya,” kata dia.

Berkaca dari persoalan itulah ia mendirikan Prahu-Hub pada 2017. Melalui skema bisnis marketplace, startup lokal ini menghimpun data mengenai potensi dagang di masing-masing wilayah di Tanah Air, berikut dengan tantangannya.

(Baca: Dua Startup Lulusan Alibaba Netpreneur Garap Pasar Logistik RI)

Setelah data itu terkumpul, bukan tidak mungkin persoalan menahun logistik yakni pengiriman yang hanya searah itu bisa diatasi. Sebab, kontainer dari Jawa akan kembali dengan membawa barang hasil produksi di wilayah tujuan. Dengan begitu, biaya logistik bisa menurun.

“Jadi bertahap. Pertama, kami harus menguasai kultur, geografi, kebiasaan, demografi di masing-masing kota. Setelah penduduk di tiap-tiap daerah lebih terbuka, baru kami tahu produk utamanya apa dan apa yang bisa dibantu untuk dicarikan,” kata dia.

Secara keseluruhan, menurutnya potensi bisnis ini sangat besar. Di Prahu-Hub saja, rerata 200 kontainer beroperasi setiap bulannya. “Ruang pertumbuhannya besar sekali. Pasarnya sudah besar, hanya karena semuanya tidak jelas, jadi tak terlihat peluang bisnisnya,” katanya.

Meski begitu, ia mengakui ada beberapa tantangan yang dihadapi para pelaku usaha di industri ini. Pertama, belum adanya standardisasi pengiriman. Kedua, tidak ada batasan tarif. Ketiga, pungutan liar.

Regulasi terkait batasan tarif sangat diperlukan supaya naik turunnya biaya jasa tidak berlebihan. “Selama ini, biayanya jadi tidak stabil. Misalnya, saya jual minuman Rp 3 ribu hari ini, besok sudah Rp 1.500 per botol. Karena itu, penyedia jasa end to end ambil tarif aman, yaitu yang tertinggi,” katanya.

(Baca: Pengusaha Nilai Subsidi Logistik Belum Efektif Tekan Harga Barang)

Sebelumnya, Direktur Angkutan dan Multi Moda Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Ahmad Yani mengatakan bahwa infrastruktur yang memadai dapat menurunkan biaya logistik.

Karena itu, pemerintah membangun kawasan berikat di wilayah timur Indonesia. Kawasan ini akan menurunkan biaya karena kapal ataupun bus yang berasal dari wilayah timur juga membawa barang. Saat ini, kapal dari Pulau Jawa membawa barang, namun saat kembali muatannya kosong. Hal ini yang membuat biaya logistik mahal.

Pemerintah juga membangun tol laut.  Selain itu, disiapkan infrastruktur lain yakni jalur ganda dan reaktivasi rel kereta api sepanjang 735,19 kilometer. Harapannya, infrastruktur ini mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum yang berkapasitas besar seperti kereta api.

Pemerintah juga merehabilitasi jalur kereta api sepanjang 394,6 kilometer. Lalu, membangun 45 stasiun atau bangunan operasional kereta api, 104 pelabuhan non komersial, menyediakan 14 unit kapal penyebrangan, 10 bandara, serta merevitalisasi 408 bandara.

(Baca: Infrastruktur Masih jadi Kendala Logistik Indonesia)

Penyumbang Bahan : Dorothea Putri Verdiani (Magang)
Reporter: Desy Setyowati, Muchamad Nafi