Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menetapkan frekuensi untuk jaringan internet generasi kelima alias 5G pada Oktober 2019. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menjelaskan, penetapan frekuensi 5G ini akan mengikuti ekosistem internasional.
Maksudnya, penetapan frekuensi 5G akan mengkaji banyak tidaknya vendor yang mendukung. “Misalnya, di frekuensi A, banyak vendor yang mendukung baik itu perangkat sistem dan handset-nya,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (2/7).
Langkah tersebut dinilai lebih efisien, karena semakin banyak perangkat—yang menggunakan 5G—yang dibuat, maka biayanya menjadi lebih murah. “Ini supaya lebih efisien bagi operator untuk investasi,” kata dia.
(Baca: Tarif Internet 5G Tiga Kali Lebih Mahal, Berat bagi Konsumen Retail)
Hal ini menindaklanjuti kajian Kementerian Kominfo, bahwa pengguna harus membayar tiga kali lebih banyak dari saat ini, jika ingin menggunakan 5G. Alasannya, perusahaan telekomunikasi harus membangun Base Transceiver Station (BTS) 5G lebih banyak dibanding 4G.
Pembangunan BTS 5G lebih rapat dibanding 4G, supaya kecepatan internetnya maksimal. “Jadi, belanja BTS-nya juga akan lebih banyak,” katanya. Karena itu, penetapan frekuensi 5G harus menyesuaikan banyak tidaknya vendor pendukung guna mengimbangi biaya yang dikeluarkan operator.
Vendor yang dimaksud misalnya, perusahaan mana saja yang memproduksi ponsel pintar (smartphone) berbasis 5G. Lalu, dikaji juga jumlah pengguna smartphone 5G itu di Indonesia.
Dari sisi korporasi, diteliti sektor mana saja yang menggunakan teknologi 5G dalam menjalankan bisnisnya. Jaringan internet 5G ini digunakan perusahaan karena tingkat latensi atau keterlambatan transmisi datanya rendah, sehingga sesuai untuk perangkat yang menggunakan Internet of Things (IoT) atau teknologi canggih lainnya.
(Baca: Frekuensi Diatur Oktober, Indosat dan XL Axiata Siapkan Jaringan 5G)
Kendati begitu, dia menegaskan bahwa penetapan frekuensi 5G ini tetap mengacu pada ketentuan internasional. Akan tetapi, ketentuan tersebut memberikan banyak opsi. Kementerian Kominfo pun bakal memilih frekuensi yang didukung oleh banyak vendor atau sesuai ekosistem internasional, supaya lebih efisien.
Kementerian Kominfo pun membentuk grup studi (working group) untuk membahas frekuensi, monetisasi atau model bisnis, serta valuasi dari spekturm 5G sejak Kuartal I lalu. Kelompok itu terdiri dari pemerintah, operator, asosiasi, dan sebagainya.
Sejauh ini, menurutnya ada tiga frekuensi 5G yang memungkinkan untuk digunakan, yakni 26-28 GHz, 3,5 GHz dan 700 Mhz-2,3 GHz. Ketiga frekuensi ini mewakili kapasitas data upper, middle, dan lower.
Frekuensi 3,5 GHz dinilai cocok untuk digunakan 5G. Hanya saja, menurutnya frekuensi tersebut perlu diharmonisasi lagi karena sudah digunakan untuk satelit. “Jadi perlu harmonisasi agar sistem 5G dan satelit itu bisa berjalan beriringan,” katanya.
(Baca: Kominfo Prioritaskan Jaringan 5G Untuk Konsumen Bisnis di Luar Jawa)