Langkah Kominfo agar Adopsi 5G di Indonesia Lebih Efisien

ANTARA FOTO/REUTERS/JASON LEE
Ilustrasi, seorang insinyur berdiri di bawah stasiun pangkalan antena 5G dalam sistem uji lapangan SG178 Huawei yang hampir membentuk bola di Pusat Manufaktur Songshan Lake di Dongguan, provinsi Guangdong, Tiongkok, Kamis (30/5/2019). Kementerian Kominfo kaji frekuensi 5G yang efisien bagi operator.
2/7/2019, 18.20 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menetapkan frekuensi untuk jaringan internet generasi kelima alias 5G pada Oktober 2019. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail menjelaskan, penetapan frekuensi 5G ini akan mengikuti ekosistem internasional.

Maksudnya, penetapan frekuensi 5G akan mengkaji banyak tidaknya vendor yang mendukung. “Misalnya, di frekuensi A, banyak vendor yang mendukung baik itu perangkat sistem dan handset-nya,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (2/7).

Langkah tersebut dinilai lebih efisien, karena semakin banyak perangkat—yang menggunakan 5G—yang dibuat, maka biayanya menjadi lebih murah. “Ini supaya lebih efisien bagi operator untuk investasi,” kata dia.

(Baca: Tarif Internet 5G Tiga Kali Lebih Mahal, Berat bagi Konsumen Retail)

Hal ini menindaklanjuti kajian Kementerian Kominfo, bahwa pengguna harus membayar tiga kali lebih banyak dari saat ini, jika ingin menggunakan 5G. Alasannya, perusahaan telekomunikasi harus membangun Base Transceiver Station (BTS) 5G lebih banyak dibanding 4G.

Pembangunan BTS 5G lebih rapat dibanding 4G, supaya kecepatan internetnya maksimal. “Jadi, belanja BTS-nya juga akan lebih banyak,” katanya. Karena itu, penetapan frekuensi 5G harus menyesuaikan banyak tidaknya vendor pendukung guna mengimbangi biaya yang dikeluarkan operator.

Vendor yang dimaksud misalnya, perusahaan mana saja yang memproduksi ponsel pintar (smartphone) berbasis 5G. Lalu, dikaji juga jumlah pengguna smartphone 5G itu di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur