Google Blokir Lebih dari 250 Ribu Aplikasi Berbahaya di Play Store

ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Google memblokir lebih dari 250 ribu aplikasi berbahaya yang ada di Play Store sejak 2017.
27/6/2019, 10.38 WIB

Ancaman aplikasi berbahaya Android ditanggapi serius oleh Google Inc. Perusahaan teknologi tersebut memblokir lebih dari 250 ribu aplikasi berbahaya yang ada di Play Store sejak 2017.

Jumlah aplikasi yang ditolak oleh Google juga naik lebih dari 55% sedangkan penangguhan aplikasi meningkat 66% dibanding tahun lalu. Google menyatakan telah menghapus para pengembang aplikasi berbahaya di Play Store jauh lebih cepat.

“Peningkatan (penghapusan aplikasi berbahaya) ini terkait upaya berkelanjutan kami untuk mengurangi jumlah aplikasi berbahaya di Play Store," ujar Manajer Produk Google Play Andrew Ahn, seperti dikutip dari Computerworld.com, Senin (24/6) lalu. Tindakan tegas itu menunjukkan Google memberikan perlindungan otomatis dan memproses ulasan pengguna yang berperan penting dalam mengidentifikasi aplikasi yang buruk.

Selain meningkatkan deteksi terhadap penyalahgunaan yang dilakukan pengembang aplikasi di Play Store, sejak tahun lalu Google memperkenalkan Google Play Protect. Fitur tersebut dapat memindai aplikasi pada perangkat pengguna untuk memastikan bahwa aplikasinya tidak berbahaya.

Google juga memperbarui kebijakan seputar izin aplikasi, yang mengakibatkan penghapusan terhadap puluhan ribu aplikasi yang tidak sesuai pada 2018."Kami berencana memperkenalkan kebijakan tambahan untuk izin perangkat dan data pengguna sepanjang 2019," ujarnya.

(Baca: 2 Ribu Aplikasi Berbahaya di Google Play Store, Sebagian Gim Online)

Google Larang Seluruh Aplikasi Buatan DO Global

Meskipun lapisan pertahanan terus ditingkatkan, Google meyakinkan pengguna bahwa perusahaan akan berupaya menghindarkan sistemnya dari serangan berbahaya. Juni ini, Google melarang seluruh portofolio aplikasi oleh pengembang Tiongkok, DO Global. Pasalnya, investigasi Buzzfeed menemukan sejumlah penyalahgunaan izin dan penipuan iklan dari aplikasi tersebut.

Studi yang dilakukan oleh University of Sydney dan Data61 dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) menyebutkan ada 2.040 aplikasi berbahaya di Google Play Store. Aplikasi berbahaya tersebut terdiri atas aplikasi tiruan hingga yang mengandung serangan malware.

Selain itu, ada 10 ribu aplikasi yang dipalsukan sehingga mirip aplikasi asli dari sisi tampilan berikut teksnya. Aplikasi tersebut tergolong populer di Google Play Store. Selain itu, berdasarkan pencarian menggunakan algoritma dan mesin pembelajar (machine learning), ditemukan 49.608 ancaman di Google Play Store.

Sebagian besar dari ribuan aplikasi itu berupa permainan yang dipalsukan dan mengandung malware. Sebagian lagi tidak mengandung malware, namun meminta izin akses data yang dianggap berbahaya. Gim tersebut di antaranya Temple Run, Free Flow, dan Hill Climb Racing.

(Baca: Peretas Tiongkok Dituduh Serang Telegram Pakai DDos)

Para peneliti juga menemukan sekitar 7.246 aplikasi yang ditandai berbahaya. Sebanyak 2.040 di antaranya aplikasi palsu dan berisiko tinggi bagi pengguna. Ada 1.565 aplikasi yang meminta setidaknya lima izin sensitif. Lalu, 1.407 aplikasi menanamkan iklan dari pihak ketiga.

Peneliti University of Sydney, Suranga Seneviratne, mengatakan keberhasilan Google Play ditandai oleh fleksibilitas dan fitur yang dapat disesuaikan, yang memungkinkan hampir semua orang membangun aplikasi. "Namun, ada sejumlah aplikasi bermasalah yang lolos dari pengawasan dan telah melewati proses pemeriksaan otomatis," Suranga.

Masyarakat semakin bergantung pada teknologi ponsel pintar. Oleh karena itu, perlu dibangun solusi untuk mendeteksi dan memblokir aplikasi jahat dengan cepat sebelum memengaruhi populasi pengguna ponsel pintar yang lebih luas.

Sejak aplikasi-aplikasi berbahaya tersebut ditemukan, sekitar 35% aplikasi tidak lagi tersedia di Play Store. "Berpotensi dihapus karena keluhan pelanggan," ujar studi tersebut.

(Baca: Temukan Serangan Malware, WhatsApp Imbau Penggunanya Perbarui Aplikasi)

Reporter: Cindy Mutia Annur