Google akhirnya mau membayar konten yang diambil dari situs berita di Australia, Brasil, dan Jerman. Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat ini mengaku berencana melakukan hal serupa di negara lain.
Raksasa teknologi itu bertahun-tahun berusaha menangkis permintaan pembayaran dari penerbit berita di seluruh dunia. Google pun cekcok dengan kelompok media Eropa dan Australia.
"Hari ini, kami mengumumkan program lisensi untuk membayar penerbit atas konten berkualitas tinggi, untuk peluncuran (layanan) pengalaman membaca berita akhir tahun ini," kata Wakil presiden Google untuk berita Brad Bender melalui blogpost, dikutip dari Reuters, Kamis (26/6).
Produk baru itu akan tersedia di Google News dan Discover. Bender mengatakan, Google juga berencana menawarkan untuk membayar akses gratis bagi pengguna supaya bisa membaca artikel paywalled di situs.
Paywalled merupakan sistem yang menarik pembayaran kepada pengguna yang berminat untuk membaca konten pada situs web. (Baca: Australia Akan Paksa Google dan Facebook Bayar Konten Berita)
"Kami akan mulai dengan penerbit di sejumlah negara di seluruh dunia. Yang lainnya akan segera hadir," katanya.
Penerbit yang akan dibayar atas konten yakni Der Spiegel Jerman, Frankfurter Allgemeine Zeitung, Die Zeit dan Rheinische Post, grup Australia Schwartz Media, Conversation and Solstice Media, serta Diarios Associados dan A Gazeta di Brazil.
Pada April lalu, otoritas terkait persaingan bisnis Prancis memerintahkan Google untuk membayar penerbit, karena menggunakan konten mereka.
Pemerintah Australia pun berencana memaksa perusahaan teknologi, termasuk Google dan Facebook untuk berbagi pendapatan iklan dengan kelompok media lokal. Apalagi pendapatan industri iklan di Australia anjlok akibat pandemi corona.
(Baca: Pertama Kali Sejak 2008, Pendapatan Iklan Google Diprediksi Turun 5,3%)
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) akan merilis rancangan peraturan terkait hal itu pada akhir Juli. Ia optimistis akan berhasil menagih uang dari Google dan Facebook, walaupun Prancis dan Spanyol gagal.
“Kami sangat sadar akan tantangan dan kompleksitas dalam memastikan kode wajib. Banyak negara lain telah mencobanya tanpa banyak keberhasilan. Kami pikir bisa menjadi yang terdepan di dunia,” kata Frydenberg dikutip dari Australian Broadcasting Corp, April lalu (20/4).
"Kami ingin peraturan terkait dunia digital mencerminkan sebanyak mungkin aturan di dunia fisik," ujar Frydenberg. (Baca: Digugat soal Privasi, Google Hapus Otomatis Riwayat Pencarian Pengguna)