Operator seluler seperti Telkomsel dan Smartfren melakukan berbagai cara menekan peredaran kartu perdana atau SIM Card yang sudah aktif alias daur ulang. Upaya tersebut dilakukan untuk mendukung aturan pemerintah menekan peredaran kartu aktif sekaligus menekan risiko terjadinya penipuan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melarang operator seluler hingga distributor menjual kartu SIM Card daur ulang untuk mencegah penipuan. Operator seluler Telkomsel dan Smartfren mengaku akan mengikuti aturan tersebut.
Vice President Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin mengatakan, sejak diberlakukannya larangan penjualan kartu SIM aktif, perusahaan mengaku menindaklanjutinya dengan berbagai upaya. Salah satunya, memperketat standar penjualan kartu SIM hingga tingkat reseller.
"Ini untuk memastikan dari penyediaan layanan hingga distribusi ke tingkat reseller, seluruh produk kartu Telkomsel tidak ada yang dalam kondisi aktif," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (12/7).
Dia menambahkan, standar dibuat agar kartu perdana hanya bisa dinikmati oleh pelanggan yang sudah melakukan registrasi. Di samping itu, untuk memastikan standar penjualan kartu berjalan baik, perusahaan juga menggaet ekosistem rantai pasok.
Selanjutnya, perusahaan operator juga melakukan sosialisasi ke seluruh ekosistem, mulai dari perusahaan, karyawan, mitra distributor, hingga mitra reseller. Ada juga layanan SMS untuk pengaduan jika terdapat potensi penipuan yang dialami pelanggan. Koordinasi dengan aparat penegak hukum juga dilakukan untuk menindak laporan yang diajukan dan melakukan blokir sesuai peraturan.
Deputy CEO Mobility Smartfren Sukaca Purwokardjono mengatakan, pihaknya gencar melakukan edukasi ke seluruh lini penjualan. Upaya tersebut dilakukan tepat setelah aturan Kominfo yang melarang penjualan SIM Card daur ulang dirilis.
"Ini agar kartu SIM aktif Smartfren tidak dijual," ujarnya pekan lalu.
Edukasi juga dilakukan hingga tingkat pelanggan, tujuannya agar pengguna layanan bisa melakukan registrasi sesuai ketentuan berlaku. Pendaftaran kartu misalnya, dilakukan dengan cara mencantumkan nomor KTP dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ahmad M. Ramli mengatakan, larangan sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan sudah berlaku sejak April lalu.
Dalam beleid disebutkan penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengedarkan kartu perdana dalam keadaan tidak aktif. Aturan tersebut berlaku untuk semua layanan jasa telekomunikasi, termasuk distributor, agen, outlet, pelapak, atau pun perorangan.
Selain itu, aturan baru juga menjelaskan bahwa setiap pengguna kartu SIM wajib melakukan registrasi. Ramli mengatakan, aturan itu dibuat agar kartu SIM tidak disalahgunakan. Pengguna juga tidak bisa memanfaatkan identitas palsu untuk registrasi tanpa hak dan tidak benar.
"Aturan ini dibuat agar operator sampai ke tingkat penjual kartu mematuhi. Dengan melaksanakan registrasi secara benar, dan tidak menjual kartu dalam keadaan aktif," kata Ramli dalam siaran pers, pekan lalu.
Ramli menambahkan, penjualan kartu SIM dengan keadaan aktif berisiko disalahgunakan, baik untuk penipuan, kejahatan dan lain-lainnya. Apalagi, jumlah kartu SIM aktif saat ini sangat besar, yakni mencapai 345,3 juta secara nasional.
"Ini melebihi jumlah penduduk, karena kami tahu bahwa seseorang bisa memiliki lebih dari satu nomor. Jadi, kalau melihat ini, maka kami juga bergerak lagi," katanya.
Kejadian penyalahgunaan kartu SIM memang kerap terjadi. Tahun lalu misalnya, terjadi pembobolan kartu SIM yang menimpa wartawan senior Ilham Bintang. Melalui akun Facebook-nya, Ilham bercerita bahwa ada seorang pria datang ke gerai operator seluler Indosat di Bintaro Jaya Xchange mengaku sebagai dirinya. Padahal, ia sedang berlibur di Australia.
Pria itu meminta untuk mengganti kartu SIM. Permintaan itu dipenuhi oleh pegawai Indosat. Alhasil, ia mendapati nomor ponselnya tidak bisa digunakan pada hari berikutnya.