Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) Google telah meluluskan 2.250 mahasiswa Indonesia yang mengikuti program pelatihan Bangkit 2021. Program pelatihan kemampuan machine learning hingga komputasi awan (cloud) ini diberikan untuk mengatasi defisit talenta digital di Indonesia.
Education Program Lead Asia Pacific, Google William Florance mengatakan, 2.250 lulusan telah mengikuti program Bangkit untuk angkatan kedua. Pada gelaran progam pertama, hanya ada 300 peserta saja yang diberikan pelatihan.
Sedangkan, pada angkatan kedua ini, ada lebih dari 50 ribu mahasiswa yang mendaftar. Kemudian, yang memenuhi kriteria sebanyak 5.000 mahasiswa. Lalu, Google hanya memilih 3.000 mahasiswa saja dari 250 universitas.
"Dengan kurikulum ketat. Kami luluskan 2.250 mahasiswa Bangkit 2021 ini," ujar William dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7).
William mengatakan, semua peserta program tersebut mendapatkan tiga jalur pelatihan, yakni machine learning, mobile development, dan cloud.
Peserta mendapatkan pelatihan berupa sesi kelas dan instruktur yang seluruhnya dijalankan secara online. Menurutnya, ada 14 ribu kursus dan spesialisasi secara total yang sudah digelar pada program Bangkit 2021 ini. Kemudian, telah digelar juga 1.100 sesi live bersama instruktur teknis dan non teknis, serta ada 450 ribu penugasan.
William mengatakan, para lulusan program Bangkit telah menyelesaikan program setara 20 satuan kredit semester (SKS). Para lulusan juga telah menyelesaikan 800 jam belajar mandiri. Selain itu, peserta juga diminta untuk mengerjakan proyek akhir. Di mana terdapat 483 tim yang menyelesaikan proyek.
"Setiap tim diminta menyelesaikan berbagai solusi sesuai tema seperti kesehatan, smartcity, atau lainnya yang melibatkan elemen cloud, serta machine learning," kata William.
Setelah lulus, mereka dapat mengikuti ujian sertifikasi Google. Semua lulusan Bangkit juga diundang untuk mengikuti Virtual Career Fair di akhir Juli. "Sekitar 50 perusahaan mengikuti acara itu," katanya.
William mengatakan, program Bangkit dibuat Google untuk mengatasi defisit talenta digital di Indonesia. "Program ini untuk membangun talenta digital. Kami persiapkan karir mereka untuk masuk ke industri digital," ujarnya.
Program juga terintegrasi dengan program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yakni Kampus Merdeka. Program tersebut diluncurkan Kemendikbud Ristek untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa memilih mata kuliah yang akan mereka ambil secara bebas.
"Kampus Merdeka mempunyai visi ke depan untuk memerdekakan mahasiswa dan dosen. Ini agar di luar kampus mereka bisa mencari ilmu dan pengalaman seluas-luasnya," ujarnya.
Sebelumnya, McKinsey dan Bank Dunia telah memperkirakan bahwa Indonesia kekurangan sembilan juta pekerja digital hingga 2030. Ini artinya, ada kebutuhan 600 ribu pegiat digital per tahun.
Riset Amazon Web Services (AWS) dan AlphaBeta juga menunjukkan, hanya 19% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai keahlian di bidang digital. Padahal, Nusantara butuh 110 juta talenta digital baru untuk mendukung ekonomi pada 2025.