Pelapor dokumen tersembunyi yang juga mantan manajer produk Facebook Frances Haugen mengatakan Facebook sengaja membiarkan konten ujaran kebencian (hate speech) berseliweran di platform untuk mendulang untung.
Menurut Haugen, dikutip dari The Verge, perusahaan raksasa teknologi itu memanfaatkan algoritmanya untuk menghasilkan banyak konten ujaran kebencian yang disukai pengguna.
Haugen mengklaim algoritma yang diluncurkan pada 2018 itu mengatur konten yang dilihat oleh pengguna pada platform yang dikelola Facebook. Algoritma akan mendesain sedemikian rupa guna mendorong keterlibatan orang di platform tersebut.
Berdasarkan analisis perusahaan, keterlibatan yang paling banyak terjadi adalah menanamkan rasa takut dan benci pada pengguna. Menurut Haugen, seiring berjalannya waktu, algoritma yang berjalan di Facebook juga mengarah pada konten kemarahan dan kebencian.
Konten-konten yang banyak dibagikan oleh pengguna antara lain, informasi yang salah, toksisitas, dan konten kekerasan.
Di depan publik, Facebook acap kali mengatakan akan menginvestasikan dana untuk menjaga konten dari ujaran kebencian. Namun, Haugen tidak meyakini pernyataan tersebut.
"Facebook lebih memilih untuk mengoptimalkan kepentingannya sendiri, seperti menghasilkan lebih banyak uang," katanya dikutip dari The Verge pada Senin (4/10).
Haugen juga yakin CEO Facebook Mark Zuckerberg membiarkan konten ujaran kebencian berseliweran di platform. "Ia (Zuckerberg) tidak pernah membuat platform kebencian, tetapi dia telah membiarkan pilihan itu dibuat," katanya.
Menurutnya, Facebook dan Zuckerberg membiarkan konten ujaran kebencian berseliweran di platform karena perusahaan akan mendapatkan untung. "Konten yang penuh kebencian dan polarisasi akan mendapatkan lebih banyak distribusi dan lebih banyak jangkauan," katanya.
Haugen merupakan mantan manajer produk di Facebook yang bertugas pada bagian Integritas Kewarganegaraan atau Civic Integrity. Ia kemudian memilih meninggalkan Facebook pada 2021 setelah pembubaran Civic Integrity.
Ia juga merupakan pelapor dokumen rahasia Facebook ke Wall Street Journal, media yang menerbitkan investigasi masalah Facebook dalam menjaga konten dari efek negatif dan misinformasi.
Tak hanya itu, Haugen mengajukan setidaknya delapan keluhan kepada Securities and Exchange Commission di AS terkait Facebook. Ia menuduh Facebook menyembunyikan penelitian tentang kekurangannya dari investor dan publik.
Facebook menyangkal tuduhan Haugen. Juru bicara Facebook Lena Pietsch menyebut banyaknya klaim menyesatkan dan berpendapat bahwa Facebook lebih banyak memberi manfaat daripada merugikan.
"Setiap hari tim kami harus melindungi miliaran orang untuk mengekspresikan diri mereka secara terbuka," kata Lena dikutip dari CNN Internasional.
Sehari setelah informasi mengenai Haugen terungkap, Facebook mengalami gangguan. Berdasarkan pantauan dari Downdetector, tiga aplikasi besutan Facebook yakni Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengalami gangguan sejak pukul 23.00 WIB, kemarin (4/10).
Kini Facebook, WhatsApp, dan Instagram telah pulih. Perusahaan butuh waktu pemulihan 6 jam sejak gangguan mulai terjadi.
Gangguan akses tersebut menjadi yang terparah sejak 2019. Gangguan juga terjadi di seluruh dunia.
Peristiwa ini pun menghebohkan para penggunanya, yang kemudian ramai berkomentar di media sosial lainnya, seperti Twitter. #Whatsapp pun menjadi topik terpopuler di Twitter.
Dalam akun resminya di Twitter, pengelola WhatsApp mengakui para penggunanya tengah menghadapi masalah akses ke aplikasi pesan tersebut saat ini.
"Mohon maaf untuk semua yang belum bisa menggunakan WhatsApp. Kami mulai perlahan dan hati-hati membuat WhatsApp berfungsi kembali," kata pengelola Whatsapp. Mereka pun meminta para pengguna aplikasi pesan yang mencapai lebih dua miliar pengguna tersebut untuk bersabar.
Penjelasan senada disampaikan oleh pengelola Instagram dalam akun Twitter resminya, yaitu @InstagramComms. "Instagram dan teman-temannya sedang menghadapi masalah kecil saat ini," kata Instagram sembari melampirkan tag #instagramdown.