Apple Gugat Perusahaan Israel soal Alat Canggih Peretas iPhone

ANTARA FOTO/REUTERS/China Daily /pras/cf
Warga memakai masker pelindung menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) terlihat di sebuah Apple Store saat penjualan iPhone SE baru dimulai di Hangzhou, provinsi Zhejiang, Cina, Jumat (24/4/2020).
Penulis: Desy Setyowati
24/11/2021, 11.00 WIB

Citizen Lab menemukan malware pada ponsel seorang aktivis Arab Saudi yang tidak disebutkan namanya pada Februari. Alat itu memungkinkan peretas (hacker) menyusup tanpa memerlukan interaksi pengguna, sehingga pemakai berpotensi besar tidak menyadari bahwa gawainya disusupi spyware.

Kerentanan itu terletak pada bagaimana iMessage secara otomatis membuat gambar. iMessage telah berulang kali menjadi target NSO dan pedagang senjata dunia maya lain.

Citizen Lab mencatat, malware yang menyusup ke iPhone, tumpang tindih dengan serangan NSO sebelumnya, termasuk beberapa yang tidak pernah dilaporkan ke publik. Salah satu proses dalam kode peretasan itu bernama ‘setframed’, nama yang sama pada malware yang menginfeksi perangkat jurnalis di Al Jazeera tahun lalu.

"Aplikasi obrolan populer berisiko menjadi bagian bawah keamanan perangkat. Mengamankannya harus menjadi prioritas utama," kata peneliti Citizen Lab John Scott-Railton.

Sedangkan Amnesty International mengatakan bahwa mereka menemukan bukti iPhone 12 yang diretas dan memperoleh daftar bocoran 50 ribu nomor telepon yang ditargetkan oleh perangkat lunak NSO Group.

Perangkat lunak NSO Group diduga telah digunakan untuk memantau kerabat dan orang-orang yang dekat dengan Jamal Khashoggi, kolumnis Washington Post yang dibunuh di Turki oleh pembunuh yang bekerja atas nama Arab Saudi.

Amnesty International juga mengatakan sudah menemukan malware NSO Group di iPhone pengacara HAM Prancis, aktivis Prancis, jurnalis India, dan aktivis Rwanda.

Apple menyampaikan, klien NSO Group yang menyematkan spyware Pegasus dapat memantau aktivitas pemilik iPhone dari jarak jauh, mengumpulkan email, pesan teks, dan riwayat penelusuran, serta mengakses mikrofon dan kamera perangkat.

Departemen Perdagangan AS pun memasukkan NSO Group ke daftar hitam awal bulan ini. Perusahaan Israel ini dilarang menggunakan teknologi Amerika dalam operasinya.

Meta juga secara terpisah menggugat NSO Group. Perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook ini menuduh NSO Group meretas pengguna anak usaha, WhatsApp.

Namun juru bicara NSO Group menyampaikan, perusahaan menyelamatkan ribuan nyawa di dunia berkat teknologi yang dikembangkan

“Para pedofil dan teroris dapat dengan bebas beroperasi di tempat perlindungan teknologi. Kami menyediakan perangkat yang sah kepada pemerintah untuk melawannya. NSO Group akan terus mengadvokasi kebenaran,” kata dia.

Halaman: