Direktur organisasi nirlaba Exit International Dr Philip Nitschke menciptakan kapsul bunuh diri. Ia mengklaim, mesinnya ini mendapat lampu hijau dari pemerintah Swiss. Meski begitu, mesin ini mendapat penolakan dari kaum agama.
“Kapsul berbentuk peti mati yang memungkinkan penghuninya bunuh diri telah melewati tinjauan hukum di Swiss,” kata Dr Philip Nitschke yang dijuluki 'Dr Death' dikutip dari The Independent, Selasa malam (7/12).
Kapsul bunuh diri tersebut diberi nama Mesin Sarco. Sarco merupakan kependekan dari sarkofagus.
Mesin Sarco dapat dioperasikan dari dalam. Pengguna hanya perlu berkedip untuk membuat mesin bekerja dengan mengurangi tingkat oksigen di dalam pod hingga di bawah tingkat kritis.
Prosesnya memakan waktu kurang dari satu menit. Kematian terjadi karena hipoksia atau hipokapnia.
Dikutip dari Alodokter, hipoksia terjadi saat oksigen tidak sampai ke sel dan jaringan. Akibatnya, kadar oksigen di jaringan akan turun yang diikuti dengan kemunculan keluhan dan gejala.
Sedangkan hipokapnia mengacu pada kondisi penurunan kadar CO2 dalam aliran darah arteri. Gejala ringan berupa sembelit, hidung tersumbat, batuk terus-menerus.
Gejala lainnya meliputi gangguan penglihatan, kegelisahan, pusing, kram otot, peningkatan keparahan asma, sesak napas, dan muntah.
Dr Philip Nitschke mengklaim, cara tersebut memungkinkan seseorang meninggal dengan relatif damai dan tanpa rasa sakit.
Di Swiss, bunuh diri yang dibantu merupakan hal yang legal. Ada sekitar 1.300 orang menggunakan jasa organisasi eutanasia Dignitas and Exit tahun lalu. Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan penderitaannya.
Dignitas and Exit menggunakan obat barbiturat cair yang dapat dicerna untuk menyebabkan koma dalam dua sampai lima menit. Kemudian menimbulkan kematian.
Meski begitu, kapsul bunuh diri ciptaan Dr Philip Nitschke disebut tidak terkait dengan Exit.
Kapsul bunuh diri Dr Nitschke pun ditentang oleh para penentang euthanasia. Sebagian karena metode yang digunakan.
“Gas mungkin tidak akan pernah menjadi metode yang dapat diterima untuk bunuh diri yang dibantu di Eropa karena konotasi negatif dari Holocaust,” kata Dr Nitschke kepada The Independent dalam wawancara pada 2018. “Beberapa bahkan mengatakan bahwa itu hanya kamar gas yang dimuliakan.”
Itu juga menuai kritik karena desainnya yang futuristik. Beberapa orang menilai, mesin ini mengagungkan bunuh diri.
Selain itu, ada aplikasi berbasis virtual reality (VR) yang memungkinkan orang mengalami kematian secara virtual. Pengalaman VR ini ditampilkan di gereja Westerkerk di Amsterdam pada Funeral Expo 2018, yang memicu kekhawatiran dari dewan gereja.
“Westerkerk tidak akan pernah mendukung orang yang menawarkan peralatan seperti yang dipromosikan oleh Dr Nitschke. Kami sangat bertanya-tanya apakah ini berkontribusi pada diskusi yang menyeluruh dan hati-hati seputar masalah ini,”ujar Dewan Presiden Gereja Westerkerk Jeroen Kramer.
Ia menegaskan bahwa gereja tidak akan dan tak dapat mendukung saran apa pun untuk menggunakan peralatan semacam itu.