Facebook Deteksi Upaya Peretasan Militer hingga Politisi Ukraina

ANTARA FOTO/REUTERS/Pierre Albouy/WSJ/cf
Seorang warga membawa poster saat protes anti perang, setelah Rusia meluncurkan operasi militer besar terhadap Ukraina, di depan Kantor PBB di Jenewa, Swiss, Sabtu (26/2/2022).
1/3/2022, 09.42 WIB

Induk Facebook, Meta mengatakan bahwa banyak grup yang menggunakan Facebook untuk meretasakun politisi, pejabat militer, tokoh publik, hingga jurnalis Ukraina. Penargetan peretasan itu terjadi di tengah invasi dari Rusia ke Ukraina sepekan terakhir.

Meta mengatakan dalam 48 jam terakhir telah menghapus 40 jaringan berupa akun, grup, dan halaman palsu di Facebook serta Instagram. Mereka beroperasi dari Rusia dan Ukraina yang menargetkan orang-orang di Ukraina.

"Kami menghapus jaringan itu karena melanggar aturan terhadap perilaku tidak autentik yang terkoordinasi," kata Meta seperti dikutip dari Reuters pada Selasa (1/3).

Meta juga mengaitkan upaya peretasan puluhan jaringan itu dengan kelompok yang dikenal sebagai Ghostwriter. Kelompok tersebut telah berhasil memperoleh akses ke akun media sosial target.

Meta mengatakan para peretas berusaha mengunggah video dari akun YouTube yang menggambarkan pasukan Ukraina telah melemah. Salah satu video diklaim menunjukkan tentara Ukraina keluar dari hutan dan mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

Tim keamanan siber Meta mengatakan telah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan akun yang ditargetkan dan telah memblokir domain phishing para peretas.

Sebelum Meta, perusahaan keamanan siber asal Amerika Serikat (AS), FireEye telah menghubungkan jaringan media sosial itu dengan aktivitas Ghostwriter.

Pejabat keamanan siber Ukraina juga mengatakan bahwa peretas dari negara tetangga, Belarusia telah menargetkan alamat email pribadi personel militer Ukraina. Pejabat keamanan siber itu menyalahkan kelompok yang mempunyai kode UNC1151.

Selain di Facebook, penargetan peretasan terjadi di Twitter. Juru bicara Twitter mengatakan bahwa perusahaan telah menangguhkan lebih dari selusin akun dan memblokir berbagi beberapa tautan karena melanggar aturan manipulasi platform dan spam.

Dalam penyelidikan internal Twitter, ada indikasi akun tersebut berasal dari Rusia. Akun tersebut berusaha untuk mengganggu percakapan publik seputar konflik di Ukraina.

Begitu juga dengan YouTube. Juru bicara YouTube mengatakan telah menghentikan beberapa kanal yang memiliki total kurang dari 90 pelanggan. Berdasarkan penyelidikannya, YouTube menyimpulkan bahwa kanal-kanal tersebut terkait dengan Rusia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan