Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Elon Musk beberapa waktu lalu membahas digitalisasi Indonesia. Salah satunya tentang prototipe low earth satelite.
“Kita (Indonesia) mempunyai 17.000 pulau. Tidak mungkin semua disambung dengan fiber optik,” kata Airlangga dalam sesi Leaders Talk Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 di Bali Internasional Convention Center, Senin (11/7).
“Selalu ada blank spot, yang nanti akan diisi oleh low earth satelite,” tambah dia. Blank spot merupakan istilah yang menggambarkan wilayah tidak mendapatkan akses internet.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, ada 12.345 wilayah di Indonesia yang belum mendapatkan akses jaringan internet generasi keempat alias 4G.
Kominfo pun gencar membangun Palapa Ring, menara internet atau Base Transceiver Station (BTS), dan Satelit Satria I tahun ini. Semua infrastruktur digital di tiap lapisan ini ditargetkan rampung 2024.
Pada lapisan backbone, Kominfo telah menggelar jaringan fiber optik. Lebih dari 359 ribu kilometer jaringan fiber optik baik di darat dan di laut Indonesia.
Pemerintah juga membangun Palapa Ring sepanjang 12.300 kilometer. Ini kemudian akan ditambah ekstensi Palapa Ring 12.083 kilometer di darat dan di laut pada 2022.
Total keseluruhan fiber optik 12.399 kilometer akan dibangun tahun ini. Itu bakal melengkapi hampir 370 ribu kilometer fiber optik yang diperkirakan lebih dari sembilan kali lingkaran bumi.
Pada lapisan middle mile, Kominfo membangun infrastruktur microwave link, fiberlink, dan satelit. Kementerian telah mengembangkan Satelit Satria I melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Proyek Satelit Satria I berjalan sesuai target. Pemerintah menargetkan Satelit Satria I mengorbit pada 2023.
Pembangunan Satelit Satria I menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), konsorsium Pasifik Satelit Nusantara sebagai pemenang tender.
Kementerian juga memberikan hak labuh satelit khusus non-geostasioner atau NGSO Starlink kepada PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat). Starlink merupakan anak usaha SpaceX yang bergerak di bidang infrastruktur internet, milik Elon Musk.
Starlink menyediakan ribuan satelit kecil yang dikirim secara massal ke orbit bumi pada posisi rendah atau disebut juga Low Earth Orbit (LEO) Satelite. Kecepatan internetnya diklaim tinggi dan latensi rendah yakni hanya 20 ms di sebagian besar lokasi.
Apa Itu Low Earth Satelite?
Orbit mempunyai banyak parameter, di antaranya apogee dan perigee. Apogee adalah jarak terjauh orbit satelit pada pusat bumi. Sedangkan Perigee, jarak terdekat orbit satelit pada pusat bumi.
Mengacu pada jarak orbitnya, satelit buatan menempati jenis orbit LEO, Medium Earth Orbit (MEO), atau Geosynchronous Earth Orbit (GEO). Pemilihan orbit satelit buatan dipilih berdasarkan kebutuhannya.
Satelit yang mengorbit pada orbit LEO berada pada ketinggian 160 kilometer (km) sampai 500 km diatas permukaan bumi. Jarak orbit yang dekat dengan permukaan bumi, membuat satelit memiliki periode orbit yang pendek dan delay propagasi sinyal yang kecil.
Delay propagasi sinyal yang kecil dapat dimanfaatkan untuk aplikasi pengindraan jarak jauh atau komunikasi. Oleh karena itu, energi yang dibutuhkan satelit cukup kecil.
“Ukuran satelit juga biasanya kecil, sehingga bisa digunakan pada orbit LEO,” demikian dikutip dari laman Telkom University pada 2018.
Space.com melaporkan, sebagian besar satelit dapat ditemukan di LEO, seperti Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Satelit ini melakukan perjalanan sekitar 17.500 mil per jam atau 7,8 kilometer per detik.
Kecepatan yang dibutuhkan satelit sekitar 90 menit untuk menyelesaikan orbit planet.
Upaya ekstra untuk mencapai ketinggian yang lebih tinggi menuju orbit, menjadi salah satu alasan sebagian besar satelit ditempatkan di LEO. Selain itu, tampilan resolusi lebih tinggi dapat diperoleh satelit pengamat bumi dari jarak yang lebih dekat.