Mengenal Browser Rusia Yandex Inspirasi Remaja Bunuh Bocah di Makassar

Search Engine Journal
Yandex
Penulis: Desy Setyowati
11/1/2023, 13.05 WIB

Konten terkait 'remaja bunuh bocah' di Makassar marak dibicarakan di media sosial. Pelaku membunuh anak usia 11 tahun setelah membuka mesin pencarian (browser) asal Rusia, Yandex.

Kepolisian menyampaikan bahwa kedua remaja membunuh bocah di Makassar, karena tergiur jual beli organ jutaan dolar Amerika Serikat (AS). Walaupun akhirnya, pelaku tidak mengambil organ korban dan membuang jasad di waduk Nipa-Nipa, Moncongleo, Kabupaten Maros.

Namun Spesialis Keamanan Teknologi Vaksin.com Alfons Tanujaya mengatakan, benar tidaknya remaja membunuh bocah karena terinspirasi oleh Yandex.

"Bisa dicek dengan digital forensik di handphone (HP) pelaku," kata Alfons kepada Katadata.co.id, Rabu (11/1).

Katadata.co.id juga sudah mengonfirmasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengenai kasus tersebut. Namun belum ada tanggapan.

Yandex merupakan mesin pencarian layaknya Google Chrome atau Microsoft Bing. Yandex juga raksasa teknologi di Rusia.

Yandex juga menjalankan aplikasi taksi online dan pesan-antar makanan di Rusia. Perusahaan ini terbagi menjadi dua bagian, yakni yang beroperasi di Rusia dan berbasis di Amsterdam, Belanda.

“Di Amsterdam, Yandex akan berfokus mengembangkan teknologi baru untuk pasar internasional,” demikian dikutip dari The Moscow Times, dua pekan lalu (1/1).

Perusahaan itu dilaporkan terkena dampak invasi Rusia di Ukraina. “Invasi ini dikabarkan menjadi pendorong di balik keputusan akhirnya untuk merestrukturisasi perusahaan,” demikian dikutip dari situs berita independen Rusia The Bell.

Salah satu pendiri Yandex Arkady Volozh mengumumkan meninggalkan perusahaan lewat surat perpisahan kepada karyawan perusahaan. Volozh menggambarkan Yandex sebagai ‘proyek hidup dirinya’.

“Rencana untuk merestrukturisasi perusahaan sebagai hal yang masuk akal dan perlu dilakukan,” tulis Volozh dalam surat kepada karyawan, dikutip dari media Rusia RBC.

Forbes melaporkan, kekayaan Volozh US$ 2,3 miliar pada 2021. Ia mengundurkan diri sebagai CEO Yandex pada Juni, setelah dia dimasukkan dalam paket sanksi ekonomi keenam Uni Eropa terhadap Rusia.

“Seperti yang Anda ketahui, saya sudah lama tidak mengelola Yandex Rusia, dan tahun ini saya harus meninggalkan semua posisi di perusahaan,” ujar Volozh.

Volozh menyetujui pembagian aset perusahaan dengan mantan Kepala Kamar Audit Rusia dan sekutu dekat Putin, Alexei Kudrin. Kudrin kemudian membahas usulan pembagian aset Yandex dan langkahnya untuk mengendalikan operasional di Rusia dengan Presiden Vladimir Putin pada akhir November.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Volozh mempertahankan hak kekayaan intelektual untuk berbagai teknologi komputasi awan (cloud) dan pesawat tanpa awak alias drone Yandex.

Dia juga akan mengembangkan teknologi itu di luar negeri secara independen.

"Terima kasih kepada semua orang yang telah membangun dan sedang membangun perusahaan teknologi terbaik di negara ini," tulis Volozh. "Semoga tahun baru membawa kedamaian bagi semua."

Reporter: Lenny Septiani