Pemerintah berencana membatasi subsidi BBM hanya untuk kendaraan berplat kuning, tidak termasuk ojek online alias ojol. Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies atau Celios, Nailul Huda, hal ini bisa mengerek harga layanan ojol di tangan pengguna.
“Saya kira bisa naik hingga 10-15% ke konsumen akhir,” ujar Nailul pada Katadata, dikutip Senin (2/12).
Nailul juga menilai kebijakan ini tidak mencerminkan pengambilan keputusan yang tepat. Dalam jangka panjang, kebijakan ini bisa menurunkan kesejahteraan pengemudi ojek online.
Ada dua alasan penilaian Nailul tersebut. Pertama, perbedaan pemahaman dalam istilah kendaraan pribadi dan orang tidak mampu. Nailul menjelaskan pengemudi ojol memiliki kendaraan sendiri sebagai faktor produksi mereka, untuk mencari nafkah.
Meski memiliki kendaraan sendiri, hal ini tidak lantas membuat mereka tergolong sebagai orang mampu. “Subsidi pertalite diberikan ke orang yang tidak mampu, di mana definisi mereka adalah orang yang tidak punya kendaraan. Ini pernyataan lucu dari pemerintah,” ujar Nailul.
Kedua, kebijakan ini bisa menimbulkan perdagangan Pertalite ilegal. Nailul melihat masih ada demand untuk pertalite bagi pihak yang tidak bisa menjangkau harga Pertamax. Penjual Pertalite ilegal cukup menjual produknya di rentang harga pertalite hingga Pertamax dan mendapat untung.
Maka, bila pengemudi ojol dilarang membeli Pertalite, maka akan ada kenaikan biaya produksi yang bakal dilimpahkan kepada penumpang.
“Saya melihat ini akan menjadi problem ke depan karena dapat menurunkan demand. Yang pasti menurunkan kesejahteraan pengemudi ojek online pada jangka tertentu,” kata Nailul.
Rencana pembatasan ini pertama kali disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ia menyatakan subsidi BBM bakal diberikan untuk kendaraan berplat kuning saja, seperti angkot. Tujuannya agar tarif transportasi umum tidak ikut naik usai pencabutan subsidi BBM.
Bahlil juga menilai ojol bukan bagian transportasi publik, tapi bisnis masyarakat. Jadi, tidak ada subsidi bagi ojol.
Kendati demikian, Bahlil menyatakan belum ada keputusan akhir terkait hal ini. Pemerintah masih menggodok formula subsidi energi, baik untuk BBM dan listrik, agar lebih tepat sasaran.
"Belum ada keputusan final. Yang jelas, kami akan membuat adil untuk semuanya," kata Bahlil di Jakarta, Jakarta (29/11).
Ia sudah melaporkan formulasi subsidi baru usulan Kementerian ESDM kepada Presiden Prabowo Subianto. Pihaknya kini menunggu data penerima subsidi dari Badan Pusat Statistik.
Ketua Umum Asosiasi Gabungan Aksi Roda Dua alias Garda, Igun Wicaksono, merespon pernyataan ini sebagai tantangan bagi pengemudi ojol untuk protes terhadap pemerintah. Igun menyampaikan Garda sejak 2018 mendesak pemerintah mendorong inisiatif kepada DPR sagar legalitas pengemudi ojek online atau ojol merealisasikan aturan resmi agar transportasi online menjadi angkutan umum.
“Tiba-tiba Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menolak ojol sebagai penerima BBM bersubsidi karena bukan angkutan umum, sehingga kami anggap hal ini merupakan hal yang tidak dapat diterima,” kata Igun kepada Katadata.co.id, Jumat (29/11).
“Jika sampai ojek online tidak dapat menerima atau mengisi BBM bersubsidi nanti maka pastinya akan terjadi gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia untuk memprotes keputusan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ini,” Igun menambahkan.
Ia berharap Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melihat langsung kondisi perekonomian para pengemudi ojek online. Terlebih lagi, bahan bakar berkontribusi 50% - 60% terhadap total pengeluaran pengemudi ojol.