Pemerintah Indonesia membutuhkan dana senilai Rp 3.461 triliun sampai Rp 4.200 triliun untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 29% di 2030. Penurunan emisi efek rumah kaca tersebut sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan mendorong negara-negara anggota G20 untuk membentuk kumpulan dana atau pool of fund dalam rangka percepatan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Selain mengatasi masalah iklim, dana tersebut juga akan digunakan untuk mengantisipasi pandemi berikutnya di masa depan
Dia mengatakan, pembentukan pool of fund tersebut menjadi salah satu agenda yang didorong dalam kelompok kerja bidang kesehatan dan finansial. Pembentukan dana itu merupakan salah satu evaluasi dari penanganan pandemi Covid-19.
"Dana ini siap mendukung riset dan teknologi untuk menyebarkan vaksin ke seluruh dunia," kata Airlangga dalam Green Economy Indonesia Summit 2022, Rabu (11/5).
Di sisi lain, Airlangga mengatakan, pool of fund tersebut dapat menjadi tolak ukur komitmen negara-negara anggota G20 dalam menghadapi isu perubahan iklim. Menurutnya, negara-negara maju sejauh ini hanya menyatakan komitmen tanpa ada aksi dalam menghadapi isu perubahan iklim.
"Kami minta pool of funding ditaruh dulu, sehingga betul-betul dihitung komitmennya dengan dana yang ditaruh. Itu yang ke depan sangat kita perlukan (dalam menurunkan emisi GRK)," kata Airlangga.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong, mengatakan dana tersebut sebelumya telah dijanjikan oleh negara-negara anggota G7. Alue menyebutkan total dana yang dijanjikan oleh ketujuh negara tersebut adalah US$ 100 miliar per tahun.Ketujuh negara tersebut adalah Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat yang juga merupakan anggota G20.
"Tapi sampai COP26 di Glasglow, angka itu (dana yang dijanjikan G7) tidak pernah tercapai. Bagaimana kita mau mempercepat reduksi emisi gas rumah kaca kalau angka finansialnya nggak didukung?" kata Alue.
Alue menghitung total dana yang dibutuhkan pemerintah untuk mengurangi emisi GRK sesuai target mencapai Rp 4.200 triliun. Dana tersebut dibutuhkan untuk menurunkan emisi GRK sebanyak 29% atau setara dengan lebih dari 1 miliar ton CO2 equivalen (CO2e).
Emisi gas rumah kaca secara global disumbang dari beragam sektor. Berdasarkan data Climate Watch, energi merupakan kontributor terbesar emisi gas rumah kaca. Sektor ini mampu menghasilkan 36,44 gigaton CO2e atau 71,5% dari total emisi pada 2017 lalu.
Agrikultur serta perubahan tata guna lahan dan hutan (land-use change and forestry/LULUCF) turut berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca global. Kedua sektor tersebut masing-masing berkontribusi menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 5,88 gigaton CO2e dan 3,22 gigaton CO2e.
World Research Institute (WRI) mencatat, lebih dari setengah emisi gas rumah kaca global disumbang sepuluh negara di dunia. Dari data Climate Watch yang dirilis WRI Indonesia, Tiongkok menjadi kontributor emisi gas rumah kaca terbesar hingga awal 2018. Sementara Indonesia ada di poisisi delapan.