Perdagangan Karbon PLTU Dimulai Tahun ini, Pangkas 500.000 Ton Emisi

123RF
Ilustrasi emisi karbon PLTU.
24/1/2023, 13.43 WIB

Mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik dimulai awal 2023. Perdagangan karbon di lingkup pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara ini diharap bisa menurukan emisi karbon dan gas rumah kaca sebesar 500 ribu ton, untuk tahun ini.

Pelaksanaan perdagangan karbon itu diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM pada akhir Desember 2022.

Permen ini merupakan regulasi turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikkan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyampaikan bahwa target penurunan emisi gas rumah kaca tiap tahunnya akan ditingkatkan seiring langkah pemerintah pusat yang menaikan target penurunan emisi karbon dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Adapun target penurunan emisi yang diajukan dalam NDC meningkat dari sebelumnya 29% menjadi 31,8% pada 2030 dengan upaya sendiri, dan menjadi 43,2% dari sebelumnya 41% dengan bantuan internasional.

“Target NDC disampaikan naik dan itu menjadi latar belakang keyakinan kami bisa memenuhi. Karena tidak mungkin sudah dinaikan tapi di sisi yang lain kondisinya terbalik,” kata Dadan saat memberi sambutan di agenda Sosialisasi Permen ESDM No 16 Tahun 2022 pada Selasa (24/1).

Dadan mengakui bahwa target penurunan emisi gas rumah kaca sejumlah 500 ribu ton hingga Desember 2023 masih terlampau kecil apabila dibandingkan dengan keluaran emisi karbon yang berasal dari sektor pembangkit listrik sebannyak 250 juta ton per tahun.

Meski terlihat belum signifikan, Dadan menghitung pengurangan 500.000 ton emisi gas rumah kaca setara dengan mematikan operasi satu unit PLTU batu bara berkapasitas 100 megawatt (MW).

“Dari perhitungan kami ada penurunan emisi 500 ribu ton untuk tahun ini. Memang kalau melihat angka 250 juta ton emisi yang berasal dari sektor ketenagalistrikan, maka angka ini tidak besar. Mungkin hanya 1 per 500,” ujar Dadan.

Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2022 mengatur sejumlah hal teknis ihwal implementasi perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik. Satu diantaranya yakni persetujuan teknis batas atas emisi gas rumah kaca pelaku usaha atau PTBAE-PU.

PTBAE-PU adalah penetapan persetujuan teknis batas atas atau kuota emisi gas rumah kaca bagi pelaku usaha pembangkit tenaga listrik dalam kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam ton karbondioksida.

Penetapan PTBAE-PU paling lambat 31 Januari 2023. Periode perdagangan karbon berlangsung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Dadan mengatakan bahwa regulasi ini bersifat wajib dijalankan oleh PLTU PLN maupun PLTU milik swasta. Meski bersifat mandatori, sanksi bagi para perusahaan yang tidak memenuhi target penurunan emisi belum diatur secara ketat di dalam Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2022.

Pengawasan bakal dilakukan lewat monitor digital yang mencatat besaran keluaran emisi gas rumah kaca secara tahunan. Permen tersebut menetapkan alokasi PTBAE-PU untuk PLTU pada 2023 diberikan sebesar 100%.

"Lalu bagaimana kalau tidak bisa memenuhi? Semua akan tercatat, saya misalnya harusnya 100 hanya bisa 80. Nah jalannya ada dua. Pertama yang tahun berikutnya dikurangi 20 karena masih punya hutang 20. Kedua bisa dicatat apakah misalnya nanti dikonversi menjadi pajak karbon. Karena kan sekarang belum siap," kata Dadan.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu