Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa El Nino masih akan berlanjut hingga Februari 2024. Terdapat enam sektor yang palig terdampak dari fenomena El Nino tersebut.
"BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El Nino terus bertahan pada level moderat hingga periode Desember 2023-Januari-Februari 2024, sementara IOD Positif akan terus bertahan hingga akhir tahun 2023," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/11).
Dia mengingatkan dampak lanjutan dari kombinasi El Nino dan IOD positif yang menjadi pemicu kekeringan di Indonesia. Dampak lanjutan tersebut mempengaruhi sejumlah sektor, yaitu:
1. Pertanian
Dwikorita mengatakan, El Nino dapat mengurangi produksi tanaman pangan. Pengurangan produksi akibat terganggunya siklus masa tanam, gagal panen, dan kurangnya ketahanan jenis tanaman atau penyebaran hama yang aktif pada kondisi kering.
2. Sumber daya air
Dwikorita mengatakan, situasi ini berakibat pada berkurangnya sumber daya air bagi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya.
3. Kehutanan
Dia mengatakan, El Nino juga menyebabkan sejumlah hutan dan lahan terbakar. Kebakaran juga menyebabkan kualitas udara menjadi buruk.
4. Perdagangan
El Nino berdampak pada pangan karena gagal panen meyebabkan suplai bahan pokok menjadi berkurang. Hal itu mengakibatkan sejumlah harga bahan pokok naik.
5. Energi
El Nino juga berdampak pada berkuranganya sumber daya anegeri khususnya dari Pembangkit Listrik Tenaga Air.
6. Kesehatan
El Nino meningkatkan risiko kesehatan karena berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk di konsumsi. Bagi daerah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan, kondisi ini juga dapat berakibat pada polusi udara dan memicu terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sebagian Wilayah Indonesia Mulai Hujan
Sementara itu, Dwikorita menyebut bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada Juli, Agustus September dan Oktober 2023. Daerah tersebut meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Maluku Utara dan sebagian Papua.
Berdasarkan pantauan BMKG, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagian selatan, Maluku serta Papua bagian selatan telah mengalami Hari Tanpa Hujan berturut-turut antara 21 - 60 hari.
Sedangkan, Hari Tanpa Hujan kategori Ekstrem Panjang dengan HTH lebih dari 60 hari terpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun HTH terpanjang tercatat selama 176 hari terjadi di Sumba Timur & Rote Ndao - Nusa Tenggara Timur.
"Situasi ini harus menjadi perhatian kita bersama mengingat sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla. Pulau Kalimantan memiliki titik panas terbanyak dengan tingkat kepercayaan tinggi, diikuti oleh Sumatera bagian selatan, kepulauan Nusa Tenggara, dan Papua Selatan," tuturnya.
Dwikorita mengungkapkan, terdapat sejumlah strategi yang dapat diambil pemerintah sebagai upaya kesiap-siagaan yaitu:
1. Menguatkan manajemen air yang efisien untuk memastikan pasokan air yang cukup bagi pertanian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2. Menguatkan penyebaran informasi pedoman kepada petani untuk beradaptasi dengan perubahan pola musim dan memilih tanaman yang lebih tahan kekeringan.
3. Menyelenggarakan program penyuluhan dan pelatihan untuk membantu masyarakat dalam mengadopsi praktik pertanian yang lebih tahan terhadap kondisi kekeringan.
4. Penguatan pengelolaan hutan dan lahan untuk mencegah kebakaran hutan yang dapat dipicu oleh cuaca kering.
5. Program rehabilitasi ekosistem dan restorasi lahan yang terdegradasi akibat kekeringan atau kebakaran.
6. Menyusun rencana kesiapsiagaan logistik untuk memastikan pasokan air bersih dan bahan makanan cukup terutama di wilayah yang rentan.
7. Melakukan kampanye kesadaran masyarakat tentang praktik konservasi air dan upaya pengurangan risiko bencana.