Permukaan Tanah Jakarta Turun hingga 6,3 cm per Tahun

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Foto udara deretan rumah di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023). Pemprov DKI Jakarta menghimbau warga untuk tidak mengekspoitasi air tanah secara masif karena akan menjadi salah satu penyebab penurunan muka tanah dan mengakibatkan Jakarta semakin berpotensi terendam air laut pada masa yang akan datang.
13/11/2023, 17.14 WIB

Permukaan tanah Jakarta turun antara 0,04 hingga 6,3 cm per tahun di wilayah cekungan air tanah (CAT) pada 2015-2022. Kondisi tersebut menyebabkan air tanah Jakarta menjadi terkontaminasi.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengatakan pihaknya melakukan penelitian dan pengukuran permukaan tanah. Wilayah CAT di Jakarta bisa dikatakan sudah rusak.

"Jakarta itu kerusakan sudah berdampak terhadap lingkungan, ada kontaminasi, baik antara air akuifer yang di atas dan bawah sudah mulai bercampur, atau sudah alami penurunan di permukaannya," ujar Wafid saat konferensi pers, di Gedung Kementerian ESDM, Senin (13/11).

Wafid mengatakan, pengelolaan penggunaan air tanah mendesak dilakukan untuk mencegah kerusakan dan penurunan permukaan lebih lanjut. Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Dalam aturan tersebut, masyarakat atau rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter  kubik (m3) per bulan harus memiliki izin terlebih dahulu. Sementara masyarakat dengan penggunaan air di bawah batas tersebut tidak wajib memiliki izin. 

Namun demikian, dia mengatakan, pengambilan air tanah bukan satu-satunya penyebab adanya penurunan permukaan tanah. Terdapat faktor-faktor lain seperti kompaksi alami, tektonik dan pembebanan, serta imbas dari pembangunan infrastruktur di sekitar lokasi CAT.

Wafid menegaskan masyarakat atau rumah tangga yang wajib berizin dalam penggunaan air tanah yakni hanya rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan. Mereka adalah rumah-rumah kalangan atas yang memiliki kolam renang, atau suatu korporasi besar. 

Untuk itu, dia meminta masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas terkait aturan tersebut. Pasalnya, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin karena pemakaiannya rata-rata hanya berkisar 20-30 m3 per bulannya. 

“Jadi saya juga minta teman-teman wartawan untuk mensosialisasi kepada masyarakat agar mereka tidak perlu khawatir, karena yang izin hanya yang pemakaiannya airnya di atas 100 m3,” kata dia 

Menurut dia, 100 m3 atau 100.000 liter adalah jumlah yang sangat besar, setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon dengan volume 20 liter. 

Oleh sebab itu, dia mengatakan, Kementerian ESDM saat ini tengah mengumpulkan data-data dari masyarakat kalangan atas dan korporasi yang menggunakan air di atas batas atau lebih dari 100m3.




Reporter: Nadya Zahira