Jelang COP28, Bos IMF Minta Upaya Ekstra untuk Turunkan Emisi

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Zabur Karuru/nym.
Managing Director IMF Kristalina Georgieva menyerukan agar dunia berusaha lebih keras untuk menurunkan emisi karbon menjelang dimulainya perundingan iklim COP28.
Penulis: Hari Widowati
29/11/2023, 08.26 WIB

Bos Dana Moneter Internasional (IMF) menyerukan agar dunia berusaha lebih keras untuk menurunkan emisi karbon menjelang dimulainya perundingan iklim COP28. IMF memperingatkan bahwa strategi "business as usual" tidak dapat dipertahankan jika dunia ingin mengatasi pemanasan global.

Dalam wawancara dengan Reuters, Kristalina Georgieva mengatakan emisi karbon yang merusak iklim harus turun antara 25% dan 50% pada tahun 2030. Namun, janji yang telah dibuat sejauh ini hanya akan menghasilkan pengurangan 11%.

"Hal yang paling penting dalam COP28 adalah memperjelas bahwa jalan yang kita tempuh tidak dapat dipertahankan dan menetapkan tingkat ambisi yang memungkinkan dunia untuk hidup dengan suhu yang tidak lebih dari 1,5 hingga 2 derajat Celcius," ujarnya kepada Reuters. Oleh karena itu, prioritas utama dalam COP28 adalah mengakhiri strategi "business as usual" dalam penanganan masalah iklim.

Kesepakatan iklim Paris 2015 menetapkan tujuan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat hingga 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Hal ini terlihat pada skenario terbaru yang dikeluarkan oleh Network for Greening the Financial System (NGFS) - sebuah kelompok bank-bank sentral.

Studi NGFS terbaru yang dirilis bulan ini menghitung bahwa jalur menuju 2,9 derajat Celcius pemanasan dalam skenario "kebijakan saat ini" akan menyebabkan hilangnya 8% output global pada 2050. Hal itu disebabkan oleh bencana kekeringan, gelombang panas, banjir, dan angin topan.

Pendanaan untuk Negara-negara yang Rentan

Tema utama dari pembicaraan ini adalah apa yang dapat dilakukan oleh lebih banyak pemerintah untuk merombak sistem keuangan multilateral dunia. Dengan demikian, ada lebih banyak uang yang tersedia bagi negara-negara rentan yang telah merasakan dampak dari peristiwa cuaca ekstrem.

Georgieva mengatakan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan Bank Dunia, misalnya, telah meningkatkan pinjaman sebesar US$100 miliar dalam satu dekade terakhir. Kenaikan pinjaman ini sangat menjanjikan karena menunjukkan ada tekad untuk membuat kontribusi bersama yang lebih besar dalam pendanaan bagi negara-negara yang rentan terhadap dampak iklim.

Salah satu upaya utama IMF adalah mendorong negara-negara untuk mengizinkan penggunaan sebagian dari Special Drawing Rights (hak penarikan khusus) mereka. Cadangan devisa yang jarang digunakan itu akan dipinjamkan kepada bank-bank pembangunan demi membantu meningkatkan pendanaan iklim di pasar negara berkembang.

Pada bulan Agustus, IMF mengatakan bahwa 29 anggota telah setuju sejauh ini, dan membantu menyediakan $55 miliar untuk pinjaman melalui Poverty Reduction and Growth Trust, dan $41 miliar melalui Resilience and Sustainability Trust.

Selain itu, Georgieva mengatakan bahwa Bank Pembangunan Afrika dan Bank Pembangunan Inter-Amerika telah mengusulkan untuk menggunakan SDR yang dipinjamkan kepada mereka sebagai modal hibrida. Modal itu kemudian dapat digunakan untuk memperluas kapasitas pinjaman mereka.

"Kami telah mempresentasikan hal ini kepada dewan direksi. Apa yang kami lakukan sekarang adalah melihat modalitas hukum dan operasionalnya. Meskipun belum selesai, hal ini cukup menjanjikan," ujarnya.

Beberapa negara juga mempertimbangkan untuk menggunakan alokasi SDR 2021 mereka secara bilateral bersama dengan program-program IMF.

Insentif Dekarbonisasi

Untuk mendukung upaya-upaya memberi harga yang lebih baik pada emisi karbon, Georgieva mengatakan bahwa semakin banyak negara yang mempertimbangkan untuk melakukan hal ini. Jumlah negara yang mengadopsi skema semacam itu sekarang mencapai lebih dari 70.

"Ini adalah tentang menciptakan insentif untuk dekarbonisasi yang cepat," ujarnya. IMF baru-baru ini menaikkan perkiraan harga rata-rata karbon yang diperlukan untuk melakukan hal tersebut menjadi $85 per ton pada tahun 2030, dari perkiraan sebelumnya sebesar $75 per ton. Harga rata-rata karbon saat ini adalah sekitar $5 per ton.

Georgieva mengatakan bahwa metode apa pun yang digunakan untuk menurunkan emisi karbon harus menyertakan metana yang lebih kuat. Negara-negara kaya harus membayar lebih banyak, negara-negara miskin membayar lebih sedikit, dan negara-negara yang rentan tidak membayar sama sekali.