Asian Development Bank (ADB) telah sepakat membiayai proyek pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia, dimulai dari PLTU Cirebon Power. Kesepakatan ini dicapai di sela-sela KTT Perubahan Iklim COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab melalui kerangka Energy Transition Mechanism (ETM).
Pemerintah sebelumnya masih kesulitan mencari sumber pendanaan untuk program transisi energi guna mengakselerasi pelaksanaan pensiun dini PLTU batu bara. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan Indonesia kini bisa mempercepat upaya dekarbonisasi khususnya di sektor PLTU batu bara.
“Kesepakatan itu dilakukan melalui penandatanganan MoU terkait Penyelarasan Mekanisme Transisi Energi tentunya,” ujar Fahmy, melalui keterangan resmi, dikutip Senin (11/12). ETM adalah program pembiayaan ADB untuk mengakselerasi transisi energi berkelanjutan dari energi fosil ke energi bersih, yang dikolaborasikan bersama dengan pemerintah negara-negara, investor swasta dan filantropi.
Fahmy mengatakan, MoU tersebut bertujuan untuk mendukung inisiatif dekarbonisasi di Indonesia dalam langkah menuju Net Zero Emission (NZE) atau emisi bol bersih melalui peningkatan kapasitas pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT).
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersama dengan PT Cirebon Electric Power (CEP), Asian Development Bank (ADB), dan Indonesia Investment Authority (INA) mempercepat penghentian operasional PLTU Cirebon Power berkapasitas 1 x 660 megawatt (MW).
“Melalui kesepakatan pensiun dini ini, PLTU Cirebon yang awalnya beroperasi hingga 2042 akan dipercepat pensiun pada 2035,” kata dia.
Kesepakatan tersebut merupakan wujud kolaborasi antara pihak swasta, badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah, dan stakeholders global dalam mewujudkan transisi energi di Indonesia untuk mencapai NZE pada 2060.
Fahmy menyebutkan, salah satu syarat untuk mencapai NZE adalah 100% pembangkit listrik harus menggunakan EBT. Padahal, saat ini PLN masih menggunakan 56% energi batu bara dalam bauran energi.
Oleh sebab itu, PLN masih harus bekerja keras mencari pendanaan untuk membiayai program pesiun dini seluruh PLTU energi batu bara dan menggantinya dengan =pembangkit EBT. Untuk pembiayaan pensiun dini tersebut, PLN perlu memperluas kerja sama dengan investor untuk investasi di pembangkit listrik EBT.
“Ketersediaan resources EBT yang berlimpah ruah di tanah air mestinya menjadi daya tarik bagi investor. Pemerintah juga perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan mempermudah perizinan dan memberikan fiscal incentives kepada investor,” kata dia.
Merujuk pada kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama University of Maryland, Amerika Serikat (AS) bertajuk Assessing the Retirement Plan and Financial Need for Accelerated and Just Coal Power Phase Out in Indonesia, estimasi pendanaan untuk pensiun dini PLTU mencapai US$ 27,5 miliar atau Rp 422 triliun hingga 2050.
Laporan tersebut juga mencatat ada 12 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan total kapasitas 4,5 gigawatt (GW) yang layak menjadi sasaran pensiun dini dalam kurun waktu 2022 sampai 2023.