Apa Itu Karbon Biru dan Bagaimana Potensinya di Indonesia?

ANTARA FOTO/Jojon/nym.
Foto udara perahu nelayan melintasi daerah muara Sungai Lakologou, Kelurahan Lakologou, Baubau, Sulawesi Tenggara, Senin (20/3/2023). Muara Sungai Lakologou yang bagian pinggirnya ditumbuhi pohon mangrove dan nipah itu banyak dikunjungi wisatawan karena unik berbelok-belok yang dianggap mirip Sungai Amazon, Amerika bagian selatan.
3/1/2024, 15.07 WIB

Indonesia memiliki potensi ekosistem karbon biru atau blue carbon besar yang dapat menyerap panas dan mengurangi emisi karbon.  Pemerintah tengah melakukan sejumlah upaya untuk memaksimalkan potensi karbon biru tersebut.

Dikutip dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan kkp.go.id, Blue Carbon atau karbon biru adalah istilah yang digunakan untuk cadangan emisi karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut. Istilah karbon biru dilatar belakangi oleh keadaan karbon yang terserap dan tersimpan di bawah air dan berhubungan dengan perairan.

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti mengatakan Indonesia potensi karbon biru berasal dari berbagai ekosistem seperti mangrove, rumput laut, hingga hutan bakau. Potensi karbon biru di Indonesia diperkirakan mencapai 3,14 miliar ton yang tersimpan di hutan bakau.

Saat ini, Indonesia juga memiliki 3,36 juta hektar lahan mangrove yang berpotensi tinggi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia. Untuk memaksimalkan potensinya, pemerintah tengah mempercepat rehabilitasi lahan mangrove.

Kerusakan mangrove tercatat kurang lebih seluas 600 ribu hektare dan ditargetkan untuk dilakukan upaya pemulihan hingga 2024. Menurutnya, rehabilitasi diperlukan karena mangrove dapat menyimpan karbon 8 kali lipat lebih banyak daripada hutan tropis.

“Hanya dari Mangrove. Padahal kita punya yang lainnya padang lamun (seagrass), serta rumput laut (seaweed) dan sebagainya. Ini baru Mangrove,” kata Nani dalam Konferensi Pers Evaluasi Kinerja 2023 Menuju Indonesia Emas 2045, dikutip pada Rabu (3/1).

Nani mengatakan, upaya rehabilitasi mangrove yang dilakukan di Indonesia diapresiasi internasional. “Program ini yang terbesar di dunia dan sangat diapresiasi karena kemampuan dalam pengendalian perubahan iklim,” ucapnya.

Sejak 2020, Indonesia telah menanam lebih dari 265 juta mangrove. “Artinya hampir 90 ribu hektar dan sisanya akan dilaksanakan dalam dua tahun ke depan. Ini didukung juga oleh mitra strategis kita Internasional antara lain world bank,” kata Nani.

Sebelumnya, Erick Thohir saat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) ad Interim mengungkapkan, mangrove memberikan sejumlah manfaat, antara lain melindungi pantai, keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui ekowisata dan penetapan harga karbon.

"Mangrove sangat penting bagi Indonesia mengingat manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat, serta kemampuannya memperkuat ketahanan pesisir. Sebagai solusi berbasis alam, mangrove turut serta dalam mengendalikan perubahan iklim dengan berperan sebagai paru-paru dunia melalui penyerapan dan penyimpanan blue carbon," ujar Erick Thohir dalam sesi COP28 bertajuk 'Delivering Global Action on Mangrove Restoration and Protection' di Dubai, pada Sabtu (9/12).

Erick mengatakan ekosistem mangrove di Indonesia mampu menangkap 3,3 giga ton CO2. Potensi valuasi ekonomi mangrove mencapai US$ 16,5 juta.

Reporter: Rena Laila Wuri