Sebanyak 175 negara di dunia untuk pertama kalinya mendiskusikan rancangan perjanjian global untuk mengakhiri polusi plastik. Mereka tengah mempertimbangkan perjanjian pembatasan produksi plastik global untuk mengurangi jumlahnya hingga 40% dalam 15 tahun ke depan.
Rwanda dan Peru telah mengajukan proposal konkret pertama untuk membatasi produksi plastik dalam pembicaraan PBB di Ottawa, Kanada minggu ini. Dua negara tersebut menetapkan target pengurangan global, yang secara ambisius memotong produksi polimer plastik primer di seluruh dunia sebesar 40% pada 2040. Penerapan aksi tersebut dimulai 2025.
“Efektivitas dari ukuran sisi penawaran dan permintaan akan dinilai, secara keseluruhan atau sebagian, pada keberhasilan mereka dalam mengurangi produksi polimer plastik primer ke tingkat yang berkelanjutan,” tulis proposal tersebut dikutip Selasa (30/4).
Proposal ini bertepatan dengan pembicaraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendorong perjanjian global pertama dalam mengurangi limbah plastik yang melonjak. Proposal tersebut menyerukan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyerahkan data statistik tentang produksi, impor dan ekspor polimer plastik primer.
Target pengurangan plastik global disebut akan mirip dengan perjanjian Paris yang mengikat secara hukum untuk mengejar upaya membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5C di atas tingkat praindustri.
"Target harus selaras dengan tujuan kami untuk ekonomi sirkular yang aman untuk plastik dengan menutup kesenjangan sirkularitas antara produksi dan konsumsi," kata Rwanda dan Peru.
Salah satu target dalam perjanjian global terkait plastik ini yakni mulai mengurangi penggunaan plastik pada 2025. Selanjutnya pengurangan plastik tersebut diharapkan mencapai 40% pada 2040.
Sebagai informasi, produksi plastik global melonjak dari 2 juta ton pada 1950 menjadi 348 juta ton pada 2017. Industri produksi plastik diperkirakan akan berlipat ganda dalam kapasitas pada 2040.
Sekitar 11 juta ton plastik terbuang ke laut setiap tahun, dan pada 2040 skala polusi limbah plastik laut ini kemungkinan akan meningkat tiga kali lipat.
Produksi plastik adalah pendorong signifikan kerusakan iklim, karena sebagian besar plastik terbuat dari bahan bakar fosil. Sebuah studi oleh para ilmuwan di Lawrence Berkeley National Lab yang berbasis di AS telah memperkirakan bahwa pada tahun 2050 produksi plastik dapat mencapai 21-31% dari anggaran emisi karbon dunia yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5C.
Analisis Beyond Plastics pada 2021 menemukan bahwa industri plastik AS akan menjadi kontributor yang lebih besar terhadap krisis iklim daripada tenaga batu bara di negara tersebut pada tahun 2030.
Negara-negara sepakat pada pembicaraan PBB pada 2022 di Nairobi, Kenya, bahwa perjanjian untuk mengurangi limbah plastik harus mengatasi siklus hidup penuh plastik. Mereka berjanji untuk membentuk perjanjian internasional yang mengikat secara hukum pada 2024.
Sementara pembicaraa PBB di Ottawa saat ini bertujuan untuk membuat 175 negara menyetujui rancangan teks perjanjian.
Graham Forbes, pemimpin proyek plastik global di Greenpeace USA mengatakan ini bukan target yang cukup ambisius untuk Greenpeace. Akan tetapi ini adalah langkah pertama yang penting untuk kesepakatan untuk membatasi produksi plastik global.
“Anda tidak dapat menyelesaikan krisis polusi kecuali Anda membatasi, mengurangi, dan membatasi produksi plastik,” kata Forbes dikutip dari The Guardian, Selasa (30/4).