Pemerintah Diminta Ganti PLTU dengan EBT di Tengah Pandemi Corona

Katadata/Ratri Kartika
Ilustrasi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari batu bara. Ekonom dan pemerhati lingkungan pun mendesak pemerintah mengganti PLTU dengan EBT di tengah mementum pandemi corona.
30/3/2020, 16.40 WIB

Pandemi virus corona menghambat pembangunan proyek Pembangkti Listrik Tenaga Uap dari batu bara atau PLTU. Pemerintah pun diminta menggantinya dengan pembangkit listrik dari energi baru terbarukan atau EBT.

Periset Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengatakan saat ini merupakan momentum yang tepat mengganti PLTU dengan pembangkit listrik dari EBT. Sebab, pembangunan proyek PLTU dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) selama 10 tahun ke depan terdampak penyebaran Covid-19.

Pasalnya, arus barang dan tenaga kerja asing terbatas karantina wilayah. Greenpeace bahkan memproyeksi kerugian akibat penundaan tersebut mencapai RP 209,6 tiliun.

"Per 8 Maret 2020, ada 12 PLTU yang menyampaikan force majure terdampak Covid-19," ujar Aldila dalam video conference pada Senin (30/3).

Di sisi lain, penambahan PLTU bertolak belakang dengan kesepakatan mengurangi emisi secara global. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengharuskan pengurangan PLTU batu bara sebanyak 80% pada 2030 untuk mencegah kenaikkan temperatur di atas 1,5 derajat celcius.

"Pemerintah harus segera transisi energi. Berinvestasi pada pembangkit listrik EBT yang harganya semakin murah dan potensinya besar di Indonesia," kata Aldila. 

(Baca: Kajian Konversi Pembangkit Tua ke EBT Diharapkan Rampung Tahun Ini)

Selain itu, dia meminta pemerintah meletakkan krisis iklim sebagai acuan dalam menyusun kebijakan kelistrikan. Dengan begitu, pemerintah seharusnya menyesuaikan RUPTL 2020-2029 untuk tidak berinvestasi pada energi kotor batu bara yang beresiko tinggi dan tidak ekonomis.

Direktur Riset Indef Berly Martawardaya mengatakan pemerintah terus menambah kapasitas PLTU dari tahun ke tahun. Alhasil, target bauran energi menjadi 23% pada 2025 bisa tak tercapai.

Padahal, Indonesia memiliki potensi EBT yang cukup besar terutama pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan tenaga angin (PLTB).  Apalagi harga jual listrik dari PLTS diproyeksi bakal turun pada 2025.

Dengan begitu, pemerintah seharusnya mengubah RUPT dari PLTU menjadi EBT. "Kami bisa tahan beberapa proyek batu bara yang dialihkan ke EBT, khususnya solar panel dan angin yang potensinya lumayan," kata Berly.

(Baca: Pelaku Usaha Harap Perpres Listrik EBT Segera Terbit)