Makin Murah, Penggunaan PLTS Atap Mulai Digemari

Donang Wahyu|KATADATA
Petugas PLN mengecek panel surya di rumah pelanggan di Jalan Mangunsankoro, Menteng, Jakarta Pusat. Hingga saat ini sudah ada sejumlah pelanggan yang memanfaatkan panel surya dan melakukan barter energi listrik dengan PLN.
23/1/2019, 13.17 WIB

Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengajukan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap terus meningkat setiap bulannya sejak tahun lalu. Salah satunya karena harga PLTS Atap semakin murah.

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan PLTS Atap semakin murah karena perkembangan teknologi. “Sekarang sudah ada baterai. Semakin banyak yang beralih ke panel rooftop, harganya semakin murah,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (22/1).

Teknologi baterai itu bisa bermanfaat bagi rumah tangga. Jadi, jika siang, sumber listrik dari panel surya itu ditampung di baterai PLN. Lalu, malam hari bisa digunakan.

Adapun, hingga saat ini ada 609 pelanggan PLN yang menggunakan panel surya. Angka ini meningkat dari periode Januari 2018, yakni 338 pelanggan.

Sementara itu, sepanjang tahun 2018, jumlah pelanggan pun terus meningkat setiap bulannya. Periode Februari mencapai 351 pelanggan, Maret sebesar 372 pelanggan, April sebesar 399 pelanggan, Mei sebesar 414 pelanggan, Juni 426 pelanggan, Juli 458 pelanggan, Agustus 472 pelanggan, September 499 pelanggan, Oktober 524 pelanggan, November 553 pelanggan, Desember 592 pelanggan.

Di sisi lain untuk meningkatkan pemanfaatan panel surya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan aturan penggunaan PLTS Atap oleh konsumen PLN yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2018 pada November lalu. Aturan ini memberikan kepastian hukum dan aturan dalam pemasangan PLTS Atap. 

Namun, Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) menyatakan aturan tersebut tidak cukup bagus untuk perumahan, komersial atau industri. Alasannya, formula menghitung listrik yang dijual ke PLN, yang tertuang dalam pasal 6 yang menyebutkan energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kilowatt hour (kWh) Ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65% tarif listrik.

(Baca: Dua Penyebab Aturan PLTS Atap Tak Menarik)

Ketua PPLSA Yohanes Bambang Sumaryo mengatakan dengan formula itu, maka penjualan listrik ke PLN akan terkena potongan sebesar 35%. Awalnya, nilai ekspor dihitung 100%, bukan 65%.

"Aturan tersebut sebenarnya bagus untuk mengakomodasi peran masyarakat dalam pencegehan perubahan iklim, tapi tidak cukup menarik," kata dia, kepada Katadata.co.id, Senin (26/11).