Penyaluran minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters/FAME) sebagai bahan baku mencampur Solar dalam rangka Program B20 ke Indonesia bagian timur mundur dari target awal. Penyaluran ke Indonesia bagian timur akan dilakukan 1 Januari 2019. Awalnya, adalah 1 Desember 2018.
Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan penyebab jadwal mundur adalah penetapan alokasi. Jadi, jika ada skema baru tidak bisa dilaksanakan tahun ini.
Untuk menetapkan skema baru penyaluran minyak sawit ke Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) perlu waktu. "Alokasi sampai Desember sudah ditetapkan. Jadi konfigurasi yang baru dimulai saat pengadaan Januari," kata Andriah, kepada Katadata.co.id, Senin (19/11).
Awalnya, penyaluran FAME ke Pertamina akan dikirim ke 112 titik. Namun, dipangkas menjadi 25 supaya lebih murah.
Penyaluran FAME ke wilayah Indonesia bagian Timur menggunakan dua buah tangki terapung (floating storage) yang berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tangki terapung akan mendistribusikan FAME ke tiga titik kilang milik PT Pertamina, dan 22 titik TBBM.
Adapun, dua kapal gudang terapung disediakan oleh PT Pertamina (Persero). "Kalau ongkos angkut tetap Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP)," kata Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Rida Mulyana, di Jakarta, Senin (19/11).
Sejak, program mendatori B20 diterapkan sejak 1 September lalu, masih menghadapi beberapa kendala. Di antaranya adalah distribusi. Jadi ketersediaan kapal pengangkut minyak sawit sangat terbatas. Ini karena tidak sembarang kapal yang bisa mengangkut FAME. Harus ada spesifikasi khusus.
Kendala lainnya, adalah tidak semua Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) memiliki fasilitas pencampuran FAME dan Solar. "Ada beberapa perlu bantuan seperti tanki dan fasilitas pencampuran," kata Rida, di Jakarta, Jumat (26/10).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan salah satu penyebab penyaluran ke Indonesia bagian timur mundur karena terganjal izin. "Itukan tidak sekadar menaruh dari kapal ke floating storage, itu harus ada izinnya," ujar dia.
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) juga berpandangan sama. "Ternyata tangki kapal belum dapat sertifikat dari Pertamina, setelah pengecekan aturan, harus ada," kata Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan di Jakarta, Senin (19/11).
(Baca: Ada Kebijakan B20, Impor Solar pada Oktober Malah Melonjak 78%)
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menyatakan kesiapannya menyewakan kapal kepada produsen bahan bakar nabati untuk mengirim FAME. Biayanya, akan mengikuti kebijakan pemerintah. "Itu keputusan pemerintah, yang jelas ada alokasi dana untuk kegiatan distribusi," kata Senior Vice President of Shipping Pertamina, Alfian Nasution di Jakarta, Senin (19/11).