Proyeksi Energi: Pandemi Covid-19 Percepat Peralihan ke Energi Hijau

123RF.com/varijanta
Pandemi Covid-19 mempercepat akselerasi pemakaian bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan secara global.
15/9/2020, 13.51 WIB

Selain itu, untuk mendorong EBT, pemerintah juga harus menyelesaikan masalah perizinan, terutama yang berhubungan dengan pemerintah daerah. Pada tahap ini, investor kerap menghadapi kendala dan memperlambat realiasi proyek. “Belum lagi masalah pembebasan lahan,” ucapnya.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028, pemerintah menargetkan energi baru terbarukan untuk pembangkit meningkat menjadi sebesar 23,2% pada 2028 atau dua kali lipat dari 11,4% pada 2019.

Sementara bauran energi pembangkit listrik dari batu bara turun menjadi 54,45% pada 2028 dari 62,7% pada 2019. Demikian pula bauran energi Bahan Bakar Minyak (BBM) turun menjadi 0,4% dari sebelumnya 4% tahun ini, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.

Upaya Pemerintah Genjot EBT

Pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang pembelian tenaga Listrik energi baru terbarukan oleh PLN. Beleid ini ditujukan agar investasi di sektor EBT lebih bergairah.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pandemi Covid-19 telah berimbas pada permintaan sektor energi khususnya bahan bakar fosil. Karena itu, sumber energi terbarukan merupakan kunci yang tepat untuk dikembangkan di tengah kondisi saat ini.

Adapun berdasarkan data Kementerian ESDM, total potensi EBT di Indonesia mencapai 417,8 gigawatt (GW). Namun, hingga saat ini total pemanfaatanya baru mencapai 10,4 GW atau 2,5%. "Kita bisa memanfaatkan EBT dan mengurangi energi fosil, meski tidak semua bisa dihapus," ujar Arifin dalam diskusi Primetime News Metro TV, kemarin.

Proses penyusunan Perpres EBT diharapkan dapat rampung dalam waktu dekat ini. Adapun dalam draf aturan itu, salah satu insentif yang diberikan pemerintah yakni terkait penggatian biaya eksplorasi bagi pelaku usaha di sektor panas bumi.

Pertamina saat ini pun sedang berusaha mengakselerasi bisnisnya ke produk ramah lingkungan. Sebagai BUMN energi, pengembangan yang dikerjakan seperti panas bumi, bioenergy, pemanfaatan gas, dan pengembangan baterai mobil listrik.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pada tahun depan Pertamina bakal mengembangkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP hingga 1.100 mega Watt (MW). Selain itu, perusahaan juga berkomitmen untuk memproduksi D100 atau green diesel (solar hijau).

Tahun depan, perusahaan berencana menambah produksi bahan bakar ramah lingkungan itu di Kilang Cilacap hingga mencapai 6 ribu barel per hari (BPH) dan Kilang Plaju 2 ribu BPH. Pertamina juga berupaya menggenjot pengembangan dari produksi gas bumi. Hal ini mengingat gas dapat dimanfaatkan sebagai opsi transisi menuju energi bersih.

Lebih Nicke mengatakan Pertamina bakal mencari sumber cadangan gas baru dari wilayah kerja Blok Mahakam. Salah satunya caranya dengan tetap melakukan kegiatan eksplorasi sumur di blok itu setiap tiga hari sekali. "Pilar terakhir ada baterai mobil listrik bekerja sama dengan Inalum dan PLN," ujarnya.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai pihaknya saat ini juga tengah melakukan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) secara intens. Hal ini sebagai upaya pemerintah dalam menggenjot target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 sesuai Kesepakatan paris. "Kemarin sore telah disetujui anggaran APBN 2021 Rp 1 triliun untuk EBT," katanya.

Pemerintah menargetkan bauran EBT akan meningkat menjadi 31% pada 2050. Untuk pemakaian energi minyak bumi akan menurun menjadi sekitar 20% pada 2050. Peningkatan itu dengan cara pemakaian pembangkit tenaga energi panas bumi, tenaga surya, bioenergi, tenaga air dan tenaga angin. Pemerintah juga melakukan kebijakan penggunaan biofuel, campuran bahan bakar mesin diesel dengan minyak sawit, untuk mengurangi penggunaan energi fosil.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan