Investasi Panas Bumi Tinggi, Pertamina Harapkan Insentif Infrastruktur

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Ilustrasi. PT Pertamina (Persero) berharap pemerintah memberikan penggantian biaya pembangunan infrastruktur jalan ke lokasi wilayah kerja panas bumi.
21/10/2020, 18.20 WIB

Pemerintah menjanjikan insentif untuk menggenjot pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau PLTP. Dalam rancangan peraturan presiden atau Perpres soal harga listrik energi baru terbarukan alias EBT, stimulus itu nantinya berupa penggantian biaya eksplorasi.

Senior Vice President Corporate Strategic Growth PT Pertamina (Persero) Daniel Purba berpendapat insentif itu tak cukup menggenjot investasi geothermal. Pengembang juga berharap pemerintah memberikan penggantian biaya pembangunan infrastruktur jalan ke lokasi wilayah kerja panas bumi.

Lokasi proyek biasanya sulit dan terpencil. Untuk memulai pengeboran, para pengembang terpaksa membangun jalan dari nol.  Infrastrukturnya pun harus dengan spesifikasi khusus agar kendaraan dan peralatan berat mampu melewatinya.

“Bayangkan, kami mengebor di pengunungan, lembah, tengah gunung, bahkan sampai puncaknya. Kami harus memobilisasi peralatan pengeboran dan pembangkit listrik,” katanya dalam diskusi virtual Tempo Energy Day, Rabu (21/10).

Pengamat energi Fahmi Radhi mengakui jika tantangan dalam proses pengeboran di sektor panas bumi adalah infrastruktur jalan untuk masuk ke lokasi. Selama ini dananya dibebankan ke investor sehingga keekonomian proyek semakin naik. "Pemerintah perlu memberikan insentif untuk infrastruktur ini,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Aspermigas Moshe Rizal Husin juga sependapat dengan hal tersebut. Dampak berantai dari infrastruktur itu adalah masyarakat setempat dapat memanfaatkannya untuk mendorong perekonomian. " Saya kasih contoh kenapa jalan tol (dibangun) masif di Indonesia? Karena ada skema pembebasan lahan digantikan oleh pemerintah," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari juga menyampaikan bahwa investor perlu tambahan insentif agar tertarik mengembangkan proyek panas bumi. "Selama ini pembangunan akses ke lokasi dibebankan ke pengembang. Hal ini berpengaruh ke tarif dan keekonomian proyek," ujarnya beberapa waktu lalu.

UU Cipta Kerja Pangkas Perizinan Proyek Panas Bumi

Pemerintah terus menggenjot investasi energi terbarukan di Indonesia. Salah satunya dengan penyederhanaan perizinan pengembangan panas bumi atau geothermal yang tercantum dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Priyandaru Effendi mengatakan simplifikasi perizinan akan berdampak pada pengurangan waktu pengerjaan pengembangan panas bumi. Dana pengembangannya dapat berkurang. Kondisi ini diprediksi dapat meningkatkan investasi panas bumi. "Ujungnya adalah mengurangi harga listrik panas bumi," kata dia pada 8 Oktober lalu.

Namun, selama ini masalah utama pengembangan energi terbarukan itu adalah soal tarif listriknya. "Yang kami tunggu adalah tarif yang sesuai dengan keekonomian proyek. Harapannya, hal ini dapat diakomodir dalam peraturan presiden (Perpres)," ujarnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan penyederhanaan aturan panas bumi dalam UU Cipta Kerja bertujuan untuk menggenjot ivestasi. Perizinan dalam bentuk pemanfaatan langsung, semuanya nanti akan mengacu pada norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat.

Pemerintah dan DPR juga sepakat memutuskan menghilangkan izin panas bumi yang berada di wilayah konservasi perairan dalam undang-undang saput jagat itu. "Pengaturan simplifikasi perizinan panas bumi diselenggarakan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kota," kata Arifin.

Reporter: Verda Nano Setiawan