Tiongkok Targetkan Puncak Emisi Karbonnya Berakhir Sebelum 2030

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Presiden Xi Jingping menargetkan puncak emisi karbon Tiongkok akan terjadi sebelum 2030. Setelah itu, negaranya akan menuju netral karbon di 2060.
Penulis: Sorta Tobing
14/12/2020, 13.09 WIB

Tiongkok kembali memasang target ambisius untuk menurunkan emisi karbonnya. Presiden Xi Jingping mengatakan negaranya akan mencapai puncak emisi sebelum 2030.

Target itu sejalan dengan janji Xi untuk membuat negaranya menjadi netral karbon pada 2060 untuk mencegah perubahan iklim. “Tiongkok akan selalu menghormati komitmennya,” katanya dalam pertemuan virtual Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB, Sabtu lalu (12/12), dikutip dari Reuters.

Pengurangan emisi karbonnya akan mencapai 65% dari level 2005 pada 2030. Caranya dengan meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin dan surya menjadi lebih 1.200 gigawatt (GW). Pangsa bahan bakar nonfosil dalam konsumsi energi primernya bakal mencapai 25% pada periode yang sama. Angka ini naik dari komitmen sebelumnya yang hanya 20%. 

Tahun lalu, Tiongkok telah memasang pembangkit surya dan angin sebesar 414 gigawatt. Beijing menargetkan pada tahun ini kapasitasnya akan bertambah 240 gigawatt. “Target ini menunjukkan niat baik Tiongkok,” kata penasihat iklim Greepeace, Li Shuo.

Namun, potensi negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu masih banyak. Greepeace menghitung, Tiongkok sebenarnya dapat menurunkan lagi target emisinya 70% hingga 75% di 2030.

Penurunan itu pun sesuai dengan tanggung jawab Tiongkok sebagai negara penghasil emisi terbesar dunia. Uni Eropa sebelumnya telah mendesak Beijing untuk menghentikan proyek dan pembiayaan pembangkit batu bara di luar negeri. Namun, Xi belum menyebut peta jalan penghapusan proyek bahan bakar fosil tersebut. 

Pandemi Tak Cegah Pemanasan Global

Laporan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa alias UNEP menyebutkan bumi akan memanas di atas tiga derajat Celcius pada akhir abad ini. Penurunan emisi karbon sebesar 7% tahun ini karena pandemi corona tidak berdampak signifikan pada pemanasan global. 

Kondisinya akan berbeda kalau seluruh negara sepakat mempercepat pemangkasan emisinya hingga 25% pada 2030. Emisi dunia, menurut catatan Reuters, telah tumbuh rata-rata 1,4% per tahun sejak 2010.

Peningkatan yang paling tajam terjadi pada tahun lalu sebesar 2,6% dengan total emisi setara karbondioksida mencapai 59,1 giga ton. Rekor baru ini yang mendorong kenaikan suhu bumi hingga tiga derajat Celcius pada akhir abad nanti. 

Tahun ini, emisi karbon turun karena perekonomian dunia yang melambat di tengah pandemi Covid-19. Penurunan perjalanan, aktivitas industri, dan pembangkit listrik hanya berhasil mengurangi emisi sebesar 7%. Nilainya setara pengurangan kenaikan suhu bumi sebesar 0,01 derajat Celcius pada 2050. 

Melansir dari AlJazeera, bumi telah memanas lebih satu derajat Celcius sejak masa praindustri. Dampaknya, kekeringan lebih sering terjadi. Begitu pula dengan kebakaran hutan, badai besar, mencairnya es di kutub, dan kenaikan permukaan air laut. 

Para peneliti dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus Eropa menyebut bulan lalu adalah November terpanas yang pernah tercatat. “Tahun 2020 menjadi salah satu yang terhangat dalam catatan. Kebakaran hutan, badai, dan kekeringan yang terus terjadi bakal menimbulkan malapetaka,” kata Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen.