Pencarian mitra asing untuk proyek baterai di Indonesia masih berlangsung. Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah menyebut, satu perusahaan tengah memulai penelitan untuk memetakan cadangan nikel yang dimiliki RI.
Namun, ia enggan membeberkan lebih lanjut. ”Saya tidak bisa sebut namanya. Tapi (perusahaan itu) sudah mulai meneliti cadangan yang kita miliki. Ini langkah besar dibanding investor lain," kata Agus dalam acara IDE Katadata 2021, Kamis (25/3).
Sebelumnya, terdapat tujuh perusahaan global yang tertarik masuk dalam proyek itu. Sebanyak tiga perusahaan berasal dari Tiongkok, yaitu Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL), BYD Auto Co Ltd, dan Farasis Energy Inc.
Lalu, dua dari Korea Selatan, yaitu LG Chem Ltd dan Samsung SDI. Ada pula perusahaan asal Jepang, Panasonic. Terakhir adalah Tesla asal Amerika Serikat yang tertarik bergabung.
Dari ketujuh perusahaan tersebut, ada dua perusahaan yang serius, yakni CATL dan LG Chem. Sedangkan Tesla masih melakukan penjajakan.
Untuk investasi dengan skala jumbo, menurut Agus, investor sebenarnya tidak hanya melulu memandang soal cadangan nikel yang dimiliki. Yang tak kalah penting adalah peraturan yang mendukung para investor.
Nikel merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baterai lithium-ion, terutama pada kendaraan listrik (EV). Dengan memakai nikel pada kutub positifnya (katoda), energi dalam baterai menjadi lebih padat. Kendaraan listrik dapat menempuh jarak lebih jauh.
Pemerintah kerap menyebut Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Angkanya mencapai 21 juta ton, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Dengan cadangan tersebut, pemerintah percaya diri masuk ke bisnis baterai, terutama untuk kendaraan listrik. Nikel merupakan salah satu bahan baku utama pembuatan baterai lithium ion.
Sejak 1 Januari 2020, pemerintah telah melarang ekspor bijih nikel. Perusahaan tambang wajib mengolahnya di dalam negeri.
Pembangunan Rendah Karbon
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pemerintah tengah mengutamakan pembangunan rendah karbon atau berkelanjutan. Hal ini seiring dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi karbonnya, sesuai dengan Perjanjian Paris 2015.
Ada beberapa fokus yang menjadi prioritas pemerintah untuk ekonomi berkelanjutan. Salah satunya adalah peningkatan ekonomi hijau di sektor industri. Kemudian, pengembangan energi baru terbarukan.
Terakhir, investasi hijau. “Kami akan memberikan insentif investasi baru yang lebih hijau. Ini akan mendukung daya saing yang lebih baik," kata dia.
Pemerintah juga mendorong transisi menuju ekonomi sirkular. Hal ini akan menjadi penyeimbang antara keuntungan ekonomi, lingkungan sosial, sumber daya, dan meminimalkan limbah. Ekonomi sirkular nantinya bakal berkontribusi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
The pandemic has led Indonesia to revisit its roadmap to the future. This year, we invite our distinguished panel and audience to examine this simple yet impactful statement:
Reimagining Indonesia’s Future
Join us in envisioning a bright future for Indonesia, in a post-pandemic world and beyond at Indonesia Data and Economic Conference 2021. Register Now Here!